Sebut Yance Tak Perlu Tanggung Jawab

[tie_list type=”minus”] Bukan Salah Ketua[/tie_list]

BANDUNG – Sejumlah pertanyaan kuasa hukum mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance dinilai berbelit. Bahkan, sempat membingungkan saksi ahli saat memberikan keterangan dalam persidangan perkara dugaan korupsi lahan PLTU Sumuradem di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, kemarin (20/4).

Sidang Yance
FAJRI ACHMAD NF/BANDUNG EKSPRESMENYIMAK: Mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan korupsi (20/4).

Pakar hukum administrasi negara Prof. I Gede Panca Astawa terlihat mencoba untuk mengerti ketika salah seorang kuasa hukum terdakwa yang hendak bertanya, namun berbelit-belit. ’’Saya belum bisa menarik inti dari kalimat pertanyaan yang ingin ditanyakan kepada saya,” ujarnya sambil mengernyitkan dahi dan memejamkan mata sesaat pertanyaan selesai.

Sesaat kemudian, saksi ahli meminta kuasa hukum untuk mengulangi pertanyaan semula. Hal ini membuat Hakim Ketua Marudut Bakara meminta kuasa hukum langsung pada pertanyaan.

Kondisi serupa terjadi saat kuasa hukum bertanya kepada pakar hukum pidana Prof. Muzakir. Tim kuasa hukum kembali memberikan pertanyaan panjang dan berbelit. Bahkan, Yance pun bengong dengan pertanyaan kuasa hukumnya yang panjang. ’’Saya berusaha menangkap inti pertanyaan majelis hakim,” sahut Muzakir.

Intinya, kedua saksi ahli menyatakan, pelanggaran yang dilakukan anggota tim Panitia Pengadaan Tanah, tidak bisa dikenakan kepada ketuanya. Dalam hal ini Yance. ’’Memang SK pembentukan tim P2T seluruh anggota di dalamnya bersifat kolegial. Segala keputusan dengan dasar tujuan bersama. Namun ketika petugas tupoksi (tugas, pokok, fungsi) yang melanggar aturan, dia yang bertanggungjawab. Bukan ketuanya,” papar Astawa.

Sama halnya dengan keterangan Muzakir. Asas dasar hukum yang benar adalah siapa yang berbuat, dia yang harus bertanggungjawab. ’’Artinya perbuatan si A tidak bisa dilimpahkan atau ditimpakan ke orang lain. Dalam kasus ini, meski Ketua P2T tidak pernah hadir, namun ikut menandatangani, perbuatan pelanggaran oleh anggotanya tidak bisa dilimpahkan ke atasannya,” bebernya.

Sementara, jaksa menilai, terdakwa tidak bisa lepas tanggung jawab selaku Ketua P2T terkait kesepakatan ganti rugi lahan tanah PLTU Sumuradem yang dinilai terlalu tinggi. Yakni, Rp 57 ribu per meter. ’’Kalau pejabat bupati, kemudian terpilih sebagai ketua P2T. Ketika terjadi pelanggaran hingga merugikan negara, tetap saja bisa dipidanakan,” ulasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan