Kemendagri Hapus Pajak Hiburan Tradisional

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menghapus pajak hiburan untuk kesenian tradisional menjadi 0 persen. Langkah ini harus diambil karena jika tidak, kesenian tradisional tak akan mampu berkembang sesuai kebijakan Presiden Jokowi dalam visi-misi, sembilan program nawacitanya.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan penghapusan dilakukan setelah pihaknya melakukan evaluasi Peraturan Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah (PDRD) sesuai Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemda, untuk dikoreksi dalam penetapan Keputusan KDH berkenaan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

”Sering perhitungan yang tidak valid dengan basis data tertentu yang menyebabkan kerancuan dalam penetapan NJOP. Misalnya pajak hiburan berdasar kesenian tradisional, lokal dan internasional. Kemudian kami koreksi, pajak hiburan untuk kesenian tradisional kita hapuskan pajaknya,” ujarnya, kemarin (8/2).

Menurut Tjahjo, hanya hiburan berdasar kesenian internasional yang dikenakan pajak sebesar 15 persen. Sementara itu terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), telah diserahkan menjadi Pajak Daerah dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28/2009, tentang PDRD. Disebutkan, NJOP ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Keputusan ini menurutnya, di satu sisi, memerkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun di sisi lain membawa implikasi dan distortif pada praktiknya. Karena cenderun Daerah menaikkan NJOP untuk menggenjot PAD, terutama pada daerah perkotaan, dengan dasar rasionalitas perhitungan yang kecenderungannya belum jelas.

”Sehingga membebani masyarakat dengan tidak memerhatikan ’azaz daya pikul’, baik the ability to pay dan the willingness to pay. Bahwa pendapatan hanya sebagai tujuan oleh daerah, tidak sebagai alat pemerataan dan keadilan,” katanya.

PBB P2/BPHTB, kata Tjahjo, bisa saja tetap diberlakukan bagi kepentingan komersial dengan pola zonasi. Sementara bagi masyarakat kecil dapat dilakukan sistem pengendalian, kalau tidak dihapus.

”NJOP sejatinya assesment value, bukan fixed value. Namun oleh daerah sudah mnjdi fixed value. Wacana ini (penghapusan PBB)perlu dikaji implikasinya pada daerah, dengan kapasitas fiskal rendah. Namun tidak bagi daerah dengan kapasitas fiskal tinggi seperti DKI,” katanya.

Saat ini kata Tjahjo, Kemendagri tengah menyiapkan data terkait berapa besar PBB/BHPT yang sepantasnya. (gir/jpnn/fik)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan