Jejak Selembar Prangko: Warisan Kecil dari Peringatan Besar

Riuh peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) telah mereda. Namun, di aula Kantor Pos Kota Bandung, kenangan terus bergema lewat selembar-selembar kecil berbingkai kaca: prangko lawas dari berbagai penjuru dunia, saksi bisu diplomasi dan persahabatan lintas benua.

Muhammad Nizar Jabar Ekspres

Sejak 28 April hingga 3 Mei 2025, ratusan prangko dipamerkan dalam Pameran Filateli 70 Tahun Konferensi Asia Afrika. Tak kurang dari 540 prangko ditata rapi dalam etalase. Wajah para pemimpin dunia, monumen bersejarah, dan simbol solidaritas terpampang jelas—bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari negara-negara Asia dan Afrika yang hadir dalam KAA 1955.

“Beberapa di antaranya bahkan berasal dari sebelum tahun 1900,” ujar Dodi, salah satu panitia lapangan pameran. “Setiap prangko merekam peristiwa. Di situlah letak nilai sejarah dan ekonominya.”

Di sisi lain ruangan, suasana tak kalah hidup. Bursa filateli menjadi ajang temu antara kolektor, pedagang, dan pengunjung. Ada yang datang berburu potongan sejarah, ada pula yang sekadar bernostalgia dengan masa lalu yang kini makin jarang dijumpai.

Namun lebih dari sekadar pajangan, pameran ini membawa misi yang lebih dalam: edukasi. Perkumpulan Filatelis Indonesia ingin memperkenalkan kembali dunia prangko kepada generasi muda. Mereka ingin menunjukkan bahwa di tengah derasnya era digital, prangko tetap punya tempat—sebagai penanda zaman yang tak tergantikan.

“Banyak anak sekarang bahkan tidak tahu kalau kantor pos masih ada,” kata Dodi.

Baginya, kantor pos dan prangko bukan sekadar benda. Keduanya adalah jejak budaya. Mungkin tidak memiliki nilai ekonomis saat dibeli, namun seiring waktu, ia menjadi artefak yang bernilai tinggi—baik secara sejarah maupun koleksi.

“Prangko edisi khusus bisa mengabadikan peristiwa, tempat, atau tokoh. Di situlah keistimewaannya. Yang kecil, tapi berbicara banyak,” pungkas Dodi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan