JABAR EKSPRES – Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengusulkan agar penyelenggaraan pemilu dan Pilkada dilakukan pada tahun yang berbeda.
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyepakati usulan oleh Ketua Bawaslu RI tersebut.
“Terkait dengan tahapan, saya sepakat. Bahwa tahapan pemilu kita, pileg, pilkada, pilpres itu minimal jedanya setahun, minimal,” kata Rifqinizamy dikutip dari ANTARA, Rabu (30/4).
“Jadi nanti kalau 2029, ya minimal pilkadanya 2030. Tahun 2031 juga tidak apa-apa,” lanjutnya.
BACA JUGA: Anggota DPRD Soroti Persoalan Sampah Liar di Bandung Barat
Ia mengungkapkan salah satu alasan pemilu dan pilkada digelar di tahun berbeda untuk memberikan jeda sekaligus alasan agar penyelenggaraan di provinsi, kabupaten, kota jadi permanen.
“Tetapi saya juga ingin menyampaikan di forum ini bahwa keinginan untuk menjadikan pilkada untuk tidak langsung juga karena itu, kita juga harus bersiap apapun yang akan terjadi ke depan. Kita harus memiliki scenario dalam konteks keaktivisan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti dana hibah dalam pelaksanaan pilkada yang berpotensi dikelola dengan tidak benar.
Maka, Ketua Komisi II DPR RI ini mengusulkan agar pengelolaan dana hibah tidak hanya diperiksa oleh internal penyelenggara pemilu, melainkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BACA JUGA: DPRD Jabar Ingin PA GMNI Lebih Berkontribusi Membangun Bangsa
Sementara itu, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menilai Pemilu 2024 sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah Indonesia, bahkan mungkin dalam sejarah dunia karena penyelenggaraan serentak pilpres, pileg dan pilkada dalam tahun yang sama belum pernah terjadi sebelumnya.
Ia menyembut tumpang tindih tahapan menimbulkan tantangan besar, khususnya bagi penyelenggara di tingkat pusat hingga daerah. KPU harus menjalankan “double burden” tanpa jeda yang cukup.
“Kadang orang bertanya, KPU ngapain habis ini? Padahal tahapan pemilu itu minimal 22 bulan. Kalau lima tahun, tinggal tiga tahun untuk persiapan berikutnya,” jelasnya.
Maka, ia juga menekankan pentingnya evaluasi sistematik terhadap desain waktu penyelenggaraan pemilu ke depan.