JABAR EKSPRES – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memutuskan menghentikan penyaluran dana hibah untuk yayasan pendidikan termasuk yang berbasis agama seperti pesantren. Hal itu dilakukan menyusul banyaknya laporan terkait penyelewengan.
“Saya tidak mau dana hibah hanya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu. Ini tidak bisa dibiarkan, sehingga saya hentikan dulu,” ujarnya, dikutip Senin (28/4/2025).
Salah satu contohnya, kata dia, adanya informasi mengenai temuan adanya sejumlah yayasan baru yang belum terverifikasi, tetapi menerima dana hibah hingga miliaran rupiah.
Hal itu, tentunya menyebabkan dana hibah pada yayasan pendidikan tidak merata dan salah sasaran. Dan tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk peningkatan kualitas pendidikan.
BACA JUGA:Yayasan Bodong Kebagian Miliaran, Dana Hibah Pendidikan Dihentikan!
Untuk itu, gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi atau KDM tersebut memutuskan bahwa bantuan terhadap yayasan pendidikan akan dihentikan sementara.
“Ke depan, bantuan akan berbasis program pembangunan, bukan aspirasi atau kedekatan politik,” ujarnya.
Penghentian keran bantuan ini, akan dilakukan sampai rampungnya verifikasi institusi pendidikan oleh Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian Agama Jabar.
Menurutnya, rencana penghapusan hibah pesantren ini pun telah disetujui oleh DPRD Jawa Barat.
Sementara itu, ia membuka peluang penyaluran hibah untuk pembangunan sekolah madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah yang berada di bawah Kemenag kabupaten/kota.
BACA JUGA:Kisruh Hibah Pesantren, Pemprov Jabar Tegaskan Sudah Akomodir dalam Kamus SIPD Maupun RPJMD
“Pemprov siap membantu pembangunan madrasah yang sudah jelas jumlah siswanya. Saya tidak mau ada lagi penyalahgunaan. Saya tunggu data resmi dari Kemenag Jabar,” kata dia.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono menyebut bahwa penyaluran hibah pesanteren tidak seharusnya dihapuskan begitu saja.
“Kalaupun ada ponpes yang diduga oleh gubernur memperoleh anggaran besar, maka perlu verifikasi. Jangan dicoret begitu saja tanpa melibatkan DPRD maupun dari ponpes tersebut,” ujarnya melalui keterangan pada Jumat (25/4) lalu.
Adapun jika pesantren menerima hibah hanya untuk memenuhi unsur politik dari relasi politik, kata dia, itu diperbolehkan. “Sama halnya dengan gubernur datang ke suatu tenpat, desa atau satu organisasi dan dia menjanjikan akan membantu,” tegasnya.