JABAR EKSPRES – Indonesia bukanlah negara yang kekurangan orang pintar. Namun, anehnya, banyak dari sumber daya manusia (SDM) rendah justru sibuk dengan hal-hal yang tidak mendorong kemajuan. Fenomena-fenomena aneh semakin marak di media sosial, seperti orang memukul tetapi tidak mempan, penggunaan sound horeg, hingga gaya hidup yang dipenuhi simbol-simbol keagamaan—namun isinya justru penuh manipulasi dan pamer kekuasaan.
Yang lebih memprihatinkan, semua itu mulai dianggap keren, dibela habis-habisan, bahkan dijadikan identitas. Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa sebagian dari kita masih terjebak dalam pola pikir seperti itu—padahal kita hidup di zaman yang seharusnya menjadi ruang bagi inovasi, teknologi, dan berbagai terobosan baru?
Penyebab SDM Indonesia Masih Rendah
Kami akan membahas fenomena ini dari berbagai sudut pandang tentang penyebab mengapa SDM Indonesia masih rendah hingga saat ini.
Kurangnya Berpikir Kritis
Salah satu alasan mengapa masih banyak orang di Indonesia yang percaya dan melanggengkan hal-hal yang tidak masuk akal adalah karena sistem pendidikan kita tidak pernah benar-benar mengajarkan cara berpikir. Yang selama ini ditekankan hanyalah kepatuhan terhadap aturan, hafalan materi, dan pencapaian nilai ujian—bukan kemampuan untuk menganalisis, mempertanyakan, atau menantang ide-ide yang tidak logis.
Sejak kecil, anak-anak dicekoki sistem yang mengukur kecerdasan berdasarkan seberapa cepat mereka mengingat materi, bukan seberapa dalam mereka memahaminya. Bahkan, jika ada murid yang berpikir berbeda atau sekadar mempertanyakan “mengapa harus begini”, ia bisa dianggap kurang ajar atau tidak sopan.
BACA JUGA: 5 Penyebab Utama Banyak Investor Asing Meninggalkan Indonesia
BACA JUGA: 5 Penyebab Netizen Indonesia Susah Pintar, Ada Konten Edukasi Malah Dihujat
Mentalitas semacam itu pada akhirnya membentuk masyarakat yang takut berpikir, takut salah, dan lebih memilih mengikuti arus—meskipun arah arusnya keliru. Dampaknya terlihat langsung pada berbagai fenomena absurd yang kini marak di media sosial. Ketika seseorang tidak dibekali dengan kemampuan berpikir logis dan kritis, mereka menjadi mudah percaya pada hal-hal gaib, mitos, atau tontonan manipulatif yang dibungkus dengan simbol agama atau budaya.