Dianggaap Berpotensi Ciptakan Konspirasi dan Langgar Statuta, Sembilan Anggota SA Desak MWA Ubah Peraturan Pemilihan Rektor UPI

JABAR EKSPRES – Sembilan anggota Senat Akademik (SA) menilai jika dalam salah satu pasal Peraturan Majelis Wali Amanat (MWA) Nomor 1/2025 tentang Pemilihan Rektor UPI terdapat pasal yang berpotensi menciptakan konspirasi, bertentangan dengan nilai demokrasi, dan melanggar Statuta UPI.

Oleh sebab itu, Sembilan anggota SA mendesak agar MWA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) segera mengubah peraturan pemilihan rektor UPI periode 2025-2030.

Elly Malihah, anggota SA UPI mewakili delapan anggota SA lainnya mengaku, semula pihaknya sudah skeptis, bahkan putus harapan bahwa pemilihan Rektor UPI akan berlangsung demokratis, berkeadilan, dan transparan.

”Soalnya, praktik sebelumnya dalam pemilihan anggota MWA UPI yang menggunakan metode one person nine vote di mana satu anggota SA memilih sembilan orang anggota MWA jelas menunjukkan fakta adanya konspirasi dan sangat antidemokrasi. Ini menciptakan hegemoni dan tirani mayoritas,” ungkap Elly, melalui siaran tertulisnya, Jumat (25/4).

Namun, lanjutnya, harapan muncul saat Ketua MWA UPI Nanan Soekarna mencanangkan tagline values for value, full commitment, no conspiracy pada saat pengumuman perdana pemilihan rektor UPI.

”Kami (Sembilan anggota SA) mengapresiasi dan mendukung tekad Ketua MWA untuk mengimplementasikan slogan tersebut. Kemudian kami bersurat kepada Ketua MWA untuk meminta audiensi,” terangnya.

Setelah menunggu lebih dari setengah bulan, lanjutnya, pertemuan dua organ universitas pun terlaksana pada 15 April 2025. Pertemuan berlangsung di University Center UPI, dihadiri sembilan anggota SA yang berkirim surat dan seluruh anggota MWA UPI.

Pada pertemuan tersebut, Elly mengaku pihaknya menyampaikan bahwa pada Peraturan MWA Nomor 1/2025 terdapat pasal yang berpotensi menciptakan konspirasi, bertentangan dengan nilai demokrasi, dan melanggar Statuta UPI.

”Di dalam pasal 17 mengatur bahwa penyaringan bakal calon rektor dari banyak bakal calon menjadi tiga calon menggunakan pemungutan suara one person three vote. Metode ini akan menggiring permufakatan konspiratif untuk meloloskan tiga calon kartel dan mengenyampingkan calon pontesial di luar kartel tersebut,” tegas Elly.

Di samping itu, sambung Elly, pasal itu juga mengebiri suara Menteri (yang membidangi pendidikan tingggi) dari seharusnya 35 persen menjadi hanya satu suara. Padahal, pemilihan rektor adalah serangkaian kegiatan yang terdiri atas penjaringan, penyaringan, dan pemilihan rektor.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan