Dianggaap Berpotensi Ciptakan Konspirasi dan Langgar Statuta, Sembilan Anggota SA Desak MWA Ubah Peraturan Pemilihan Rektor UPI

UPI
Kampus Universitas Pendidikan Indonesia, Jalan Setiabudi Kota Bandung
0 Komentar

”Dengan demikian, hak istimewa 35 persen suara yang dimiliki pemerintah dan diwakili menteri seharusnya berlaku pada semua tahap tersebut. Karena itu, kami melihat peraturan MWA yang mengatur bahwa suara Menteri sama dengan anggota MWA lainnya cacat hukum,” ungkap Elly.

Berdasarkan fakta tersebutlah, Sembilan anggota SA menuntut revisi Pasal 17 Peraturan MWA Nomor 1/2025 menjadi one person one vote dan Menteri memiliki 35 persen suara.

”Jika tidak ada perubahan, maka tagline ‘values for value, full commitment, no conspiracy’ hanyalah slogan kosong belaka. Tanpa perubahan pasal 17, peraturan MWA berpotensi delik hukum yang akan mengganggu proses penetapan rektor,” tambah guru besar Sosiologi Pendidikan tersebut.

Baca Juga:5 Keuntungan Membeli Rumah Mewah Minimalis di Pinggiran KotaBPJS Ketenagakerjaan dan BGN Sepakat Lindungi Seluruh Pekerja di Ekosistem MBG

Pendapat senada juga datang dari Nugara, Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen UPI. Menurutnya, demokrasi yang sehat bertumpu pada prinsip fundamental one man, one vote, di mana satu orang memiliki satu suara.

”Prinsip ini merupakan fondasi keadilan dan kesetaraan dalam pengambilan keputusan, khususnya di lingkungan institusi akademik seperti UPI,” terangnya.

Dia menilai, praktik one man three vote pada pemilihan rektor UPI membuka ruang konspirasi kekuasaan. Kelompok mayoritas menyatukan kekuatan hanya dalam satu figur yang diberi banyak suara, sehingga hasil voting sudah bisa dikunci sebelum musyawarah benar-benar terjadi.

”Ini jelas mereduksi suara kelompok lain dan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap nilai demokrasi,” ucapnya.

Akibat dari praktik ini, sambung Nugraha, keputusan strategis di UPI -mulai dari pemilihan rektor, perencanaan anggaran, hingga proses pengawasan- menjadi sangat rentan dikuasai oleh kepentingan kelompok tertentu. Padahal, civitas akademika yang seharusnya memiliki hak representasi yang setara menjadi terpinggirkan.

Nugraha pun mempertanyakan letak keadilan representatif bagi civitas akademika lainnya jika satu orang bisa memiliki tiga atau sembilan suara.

”Karena itu, kami menyerukan reformasi sistem pemungutan suara di UPI, khususnya dalam penetapan anggota SA di tingkat fakultas, pemilihan anggota MWA oleh SA, dan dan pemilihan calon rektor oleh MWA,” tegas Nugraha. (*)

0 Komentar