Dua Ruang SMPN 5 Banjar Terbengkalai Usai Pembongkaran, Aktivitas Pendidikan Terancam Terganggu

JABAR EKSPRES – Pembongkaran dua ruang penunjang di SMP Negeri 5 Banjar yang dilakukan di luar prosedur beberapa waktu lalu menuai sorotan. Kedua ruang tersebut hingga kini masih terbengkalai dan belum difungsikan kembali, mengancam kelancaran aktivitas pendidikan di sekolah tersebut.

Ketua GMBI Distrik Kota Banjar, Ivan Oktavian Bildad, menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak pembongkaran yang tidak ditindaklanjuti. Pihaknya peduli dan ingin ikut memperjuangkan keberlangsungan generasi anak bangsa dari dunia pendidikan, khususnya di Kota Banjar. Karena pendidikan merupakan bagian dari pondasi bangsa.

“Kondisi ini berpotensi mengganggu hak siswa dalam menuntut ilmu. Jangan sampai generasi muda menjadi korban kelalaian penanganan infrastruktur sekolah,” tegas Ivan saat dihubungi Selasa (22/4/2025).

BACA JUGA:Tanggapi Putusan Sengketa Lahan SMANSA dari PTUN, Pihak Sekolah: Kami Serahkan Sepenuhnya ke Biro Hukum Jabar!

Ia mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Banjar serta pihak sekolah segera mengambil langkah konkret. “Bangunan harus segera diperbaiki agar bisa kembali mendukung kegiatan pembelajaran. Ini tanggung jawab bersama untuk memastikan masa depan siswa tidak terabaikan,” tambahnya.

GMBI dan sejumlah pihak mendesak transparansi dalam penanganan kasus ini. Mereka menegaskan, pembangunan infrastruktur pendidikan harus mengutamakan kepentingan siswa dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Menanggapi hal tersebut, Kepala SMPN 5 Banjar, Ace Maman, mengakui bahwa rehabilitasi dua ruang tersebut belum bisa dilakukan karena terkendala anggaran. “Proses perbaikan kemungkinan baru akan dilaksanakan tahun depan. Saat ini, kami masih menunggu kepastian dari Disdikbud,” ujar Ace saat ditemui di SMPN 2 Banjar.

BACA JUGA:Tanggapi Putusan PTUN soal Sengketa Lahan SMANSA Kota Bandung, Biro Hukum Jabar: Ajukan Banding!

Ace menjelaskan, dua ruang yang dibongkar merupakan ruang penunjang untuk rapat dan pertemuan, bukan ruang kelas. Meski demikian, ia mengakui adanya kesalahan prosedur dalam penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) pembongkaran.

“SPK itu seharusnya dikeluarkan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dari dinas. Saya mengakui ada kesalahan prosedur pembuatan SPK, karena asumsi saya SPK itu untuk pelengkap proposal usalan rehab ke Disdik,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan