Meski Kebijakan Dibatalkan, Pengecer Keluhkan Penjualan LPG 3 Kg Masih Dibatasi

JABAR EKSPRES – Pemerintah kembali mengizinkan penjualan eceran Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) di warung kelontong, setelah memicu polemik berupa kelangkaan pasokan dan antrean panjang di beberapa pangkalan.

Pasca ramai masyarakat kelimpungan gara-gara sulit mencari gas, Presiden Prabowo Subianto langsung menginstruksikan kepada Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan LPG atau elpiji 3 kg, sejak Selasa (4/2/2025).

Kementerian ESDM juga saat ini tengah menindaklanjuti proses administrasi agar pengecer LPG 3 kg nantinya dijadikan sebagai subpangkalan.

Hal tersebut dilakukan agar harga LPG 3 kg yang akan dijual ke masyarakat tidak terlalu mahal.

BACA JUGA:Larangan Penjualan LPG 3 Kg Dicabut, Ratusan Ribu Pengecer Naik Status

Salah seorang pemilik warung eceran di Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Indra (40) mengaku sudah hampir seminggu tak menjual LPG 3 kilogram.

Meskipun sudah ada informasi bahwa warung eceran sudah bisa menjual Si Melon, namun hari ini dirinya belum mendapatkan kiriman dari pangkalan.

“Memang sudah ada informasi katanya penyalurannya bertahap. Ada sebagian warung yang sudah mendapatkan jatah, tapi saya belum, mungkin malam atau besok. Memang kalau di sini sudah seminggu gak jual gas karena dari pangkalan sudah gak dikasih,” kata Indra, Jumat (7/2).

Meski telah diizinkan, namun kuota Gas Melon untuk pengecer dibatasi hanya sebanyak 20 tabung perhari. Kendati demikian, ia bersyukur kebijakan pengecer tak boleh menjual LPG 3 kg sudah dibatalkan oleh Presiden.

BACA JUGA:Kebijakan Distribusi LPG 3 Kg Terus di Otak-atik Tanpa Survei Kebutuhan Masyarakat

“Meskipun dibatasi minimal ada aja dulu. Kami sebagai pengecer ada tambahan pendapatan,” katanya.

Ia menjelaskan tidak mungkin menjadi pangkalan jika modal yang harus dikeluarkan cukup besar. Karena itu ia berharap pemerintah segera menemukan skema tepat yang juga memperhatikan nasib warung eceran. Biasanya ia menjual seharga Rp22.000 per tabung.

“Selain nasib kami sebagai eceran juga perhatikan masyarakat kasihan. Kalau warung sebenarnya bukan hanya modal tapi juga tempat dan operasional. Kan modal bukan hanya tabung, harus ada mobil dan tenaga kerja. Itukan bukan modal sedikit,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan