Ramadhan dari Hari ke Hari, SEUMUK YEODORB: SElalu Utamakan Malu sebagai UKuran didasari keYakinan, hasil Edukasi dan Orientasi Dari Olahan Ramadhan yang BENAR.

JABAR EKSPRES –  MALU, adalah salah satu cabang keimanan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ

Dari Abu Huroiroh RA, Rosuululloh bersabda, “Iman itu terdiri dari 70 sekian atau 60 sekian cabang. Cabang iman yang paling utama adalah ucapan la ilaha illalloh. Sedangkan cabang iman yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari tempat berlalu lalang. Rasa malu adalah bagian dari iman.”
(H.R. Bukhori dan Muslim)

MALU juga adalah pengundang segala kebaikan.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.”
(H.R. Bukhori dan Muslim dari ‘Imron bin Hushain)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ قَالَ أَوْ قَالَ الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ

Rosululloh Muhammad SAW bersabda, “Rasa malu adalah kebaikan seluruhnya atau rasa malu seluruhnya adalah kebaikan.”
(H.R. Muslim)

MALU, pencegah segala keburukan.

عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ.  رواه البخاري

Dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshorî al-Badri rodhiyallohu ‘anhu ia berkata, “Rosuululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara  yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak MALU, berbuatlah sesukamu.’”
( H.R. Bukhori )

Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Malu berasal dari kata hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhûr. Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.”

Al-Junaid rohimahulloh berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.’”

Singkatnya MALU Merupakan Akhlak yang Luhur dan Utama bagi seorang yang mengaku beriman, bagian dari Akhlaaqul Kaarimah atau akhlaq yang mulia.

SHAUM, SeHArusnya Untuk menumbuhkan rasa Malu dalam diri seseorang, yang dengan itu akan mencegahnya dari segala perbuatan yang buruk.
Bagaimana tidak, ketika shaum yang dilarang justru adalah perkara-perkara yang halal dilakukan jika tidak shaum, maka seharusnya seorang beriman itu jangankan untuk berbuat yang haram karena perkara yang halal saja begitu hati-hati dalam menjalankannya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan