Pajak Hiburan Naik 40 Sampai 75 Persen Belum Tentu Berdampak Bagi Pariwisata Jabar

JABAR EKSPRES – Sekretaris Komisi II DPRD Jabar Yunandar Rukhiadi Eka Perwira turut merespons kenaikan pajak sejumlah sektor hiburan. Menurutnya, kebijakan itu tidak akan berdampak besar pada sektor Pariwisata di Jawa Barat.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) itu menguraikan, semestinya implementasi kebijakan terkait pajak itu tidak dipukul rata ke semua daerah. Hal itu bukan tanpa alasan karena sektor hiburan atau pariwisata masing-masing daerah berbeda.

Misalnya, ada yang kuat dengan wisata hiburan dengan karakter spa, diskotek, bar, tapi daerah lain justru lebih kental dengan wisata alamnya. “Kalau sektor hiburan sebagaimana yang dimaksud kenaikan pajak itu lebih cocok ke daerah seperti Bali. Kalau Jawa Barat kan kebanyakan wisata alam,” jelasnya kepada Jabar Ekspres, Rabu (17/01).

BACA JUGA; Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen, Pemprov Jabar Berharap Tak Rugikan Sektor Pariwisata

Kebijakan itu memang bakal memberikan dampak pada pelaku usaha. Karena mereka bakal menaikkan harga mengingat pajak yang semakin besar. Namun jika ditelaah lebih dalam, sepertinya tidak akan berdampak terlalu besar bagi pariwisata di Jabar.

 

Kebijakan terkait kenaikan pajak itu mencuat karena terkait implementasi dari Undang-undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada pasal 58 ayat 2 dijelaskan bahwa khusus tarif pajak barang dan jasa tertentu atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Jasa hiburan yang dimaksud adalah diskotek, karake, kelab malam, bar dan mandi uap atau spa.

 

Menurut Yunandar, menaikkan pajak belum tentu akan meningkatkan pendapatan pajak daerah. Karena hal itu tergantung dari daya beli masyarakat. “Daya beli masyarakat berpengaruh. Apalagi beberapa sektor hiburan yang dimaksud bukan kebutuhan primer atau sekunder tapi lebih ke tersier,” jelasnya.

 

Biasanya dalam upaya peningkatan pajak ada hal yang ingin dicapai. Termasuk dalam kebijakan insentif pajak. Misalnya ketika ada insentif pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) atau pemutihan pajak. Insentif itu untuk membantu masyarakat agar tertib dari sisi kepemilikan kendaraan tapi di sisi lain ikut mendongkrak dari sisi pajak bahan bakarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan