JABAR EKSPRES – Sejak 7 Oktober, warga Israel telah memiliki kesulitan untuk menemukan kata-kata yang cukup kuat untuk menyatakan trauma yang mereka rasakan atas apa yang terjadi pada hari itu. Banyak dari mereka yang menyaksikan para jenderal Israel, tentara yang tewas dan ditahan oleh para pejuang Hamas.
Banyak warga Israel yang mencoba untuk memahami peristiwa pada 7 Oktober dengan membandingkan Hamas dengan ISIS. Tagar “#HamasisISIS” menjadi tren di media sosial karena pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, sering membandingkan keduanya. Namun, para ahli gerakan Islam dan pejabat kontraterorisme mengatakan bahwa perbandingan ini salah.
Hamas, sebagai gerakan Islam nasionalis Palestina, memiliki perbedaan ideologi yang signifikan dengan ISIS.
Perbedaan pertama yang mencolok adalah bahwa Hamas adalah gerakan Islam nasionalis Palestina, sementara ISIS adalah gerakan pan-Islamism transnasional yang ingin mengumpulkan umat Islam menjadi sebuah “negara Islam” yang tidak terikat dengan proyek nasionalis mana pun.
Hamas juga memiliki fokus yang lebih lokal, yaitu mencapai “pembebasan seluruh Palestina” dari apa yang mereka sebut sebagai “musuh Zionis”.
Perbedaan utama lainnya adalah tingkat ekstremisme agama. Hamas memiliki pendekatan konservatif terhadap agama, tetapi tidak dengan kejam melecehkan atau membunuh non-Muslim di Gaza karena keyakinan atau agama mereka. Wanita yang tidak mengenakan hijab, orang yang memiliki tato, dan remaja yang mendengarkan musik Amerika juga masih ditoleransi di bawah pemerintahan Hamas.
Di Gaza, umat Kristen dan gereja juga hidup berdampingan dengan umat Muslim. Hal ini berbeda dengan ISIS yang menerapkan aturan yang jauh lebih ekstrem dalam hal agama dan sering melakukan penyiksaan dan mutilasi.
Baca Juga: Terowongan Bawah Tanah Hamas Berpotensi Timbulkan Masalah Besar untuk Israel Jika Menginvasi Darat
Namun, perbandingan antara Hamas dan ISIS sering dilakukan untuk kepentingan politik. Menghubungkan Hamas dengan ISIS membantu para pemimpin Israel meredam kritik terhadap perlakuan mereka terhadap warga Palestina, termasuk serangan udara yang telah menewaskan ribuan orang di Gaza sejak 7 Oktober.
Hal ini juga dapat membantu meraih dukungan dari AS dan opini publik internasional. Namun, pendekatan retorika ini tidak hanya menggambarkan Hamas sebagai ancaman bagi Israel, tetapi juga bagi negara-negara Barat seperti Prancis dan Amerika.