Seni Panen Berkelanjutan di Kebun Kopi Java Halu

JABAR EKSPRES – MASA panen kopi sudah berakhir. Kebun-kebun dan gedung penggilingan kopi di sekitar Mekarwangi, Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat (KBB) tampak tidak begitu ramai. Satu per satu petani tampak hilir mudik. Begitu juga dengan kawasan kebun Java Halu Coffee.

“Beres, Kang. Sasih kemarin (bulan kemarin),” kata seorang petani dari Java Halu Coffee, Nana Rojana (66) kepada JabarEkspres.com, di kebun tersebut, Senin (30/10).

Matahari menyorot badan sejak pukul 10 pagi. Satu sampai dua jam berlalu, teriknya telah berdiri tepat di atas kepala masing-masing warga di sekitaran wilayah dataran tinggi tersebut. Namun, petani yang senang dipanggil dengan sebutan Abah itu masih semangat mengajak ke perkebunan.

Kieu we, Kang. Upami tos teu aya damelan deui mah. Ngarawat weh. (Begini saja, kang. Kalau sudah tidak ada pekerjaan (panen). Merawat saja),” ungkap Abah sambil mencabuti cabang batang pohon kopi yang tidak produktif.

Kerja-kerja mencabut, lanjut Abah, bisa mempengaruhi perkembangan besar dan kecilnya buah di pohon tersebut. Kendati tampak sederhana, tapi dirinya sangat sumringah saat merawat pohon-pohon kopi yang berukuran sedikit lebih tinggi dari dirinya itu.

Kudu siga kieu (harus seperti ini),” kata Abah dengan telunjuk yang tiba-tiba mengarah kepada batang pohon kopi yang bercabang nihil. “Bersih jeung sae (bersih dan bagus.”

Abah yang sudah bertani selama hampir 15 tahun itu, sabar betul dalam melakukan kerja-kerja perawatan kebun. Jam terbang bukan bualan belaka. Entah berapa musim, serta berapa jumlah pohon yang telah dipetik dan dibesarkan dengan laku hidup perawatannya.

Komisaris Java Halu Coffee, Rani Mayasari Partaditaredja, mengaku sudah menjalankan disiplin itu sejak lama. Bahwa menurutnya, petani harus mampu merawat, memangkas, pemupukan hingga membersihkan bagian-bagian pohon kopi dengan baik.

“Ketika empat tahap ini mereka lakukan, itu sudah terbukti yang tadinya panen satu pohon kurang dari satu kilo. Sekarang bisa mencapai 4 kilo. Kami beri knowledge juga bagaimana topping, prunning (pemangkasan) atau good agriculture practice kepada mereka,” ucapnya.

“Dengan edukasi ke petani kopi di kebun saja, itu mempengaruhi dari 30 persen kualitas kopi. Sehingga kami di proses selanjutnya, bisa melakukan proses pascapanen dengan specialty grade,” sambungnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan