Seni Panen Berkelanjutan di Kebun Kopi Java Halu

BACA JUGA: 5 Manfaat Sehat Kopi Hitam bagi Kesehatan, Menurut Penelitian

Sustainability Coffee Farming

Dua orang warga negara asing baru saja selesai berbincang dengan Rani. Mereka, katanya, merupakan klien yang berasal dari Amerika Serikat. Tertarik dengan produk kopi asal perkebunan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat (KBB) tersebut.

Ditemui usai membicarakan bisnis dengan para pembeli dari luar negeri itu, Rani bercerita bahwa produk Java Halu Coffe Farm membuat penasaran pasar mancanegara. Lantaran  berhasil menerapkan ‘sustainable coffee farming’. Namun untuk mencapai hal ini perlu sekian tahun.

Memulai bisnis kopi dengan membuka coffeeshop pada tahun 2009. Ternyata hanya bertahan beberapa tahun. Pandemi Covid-19 membuyarkan segala rencana yang dibayangkan Rani. Lantas dirinya memutuskan fokus sebagai coffee processor, yakni sebutan bagi seseorang yang mengolah kopi pascapanen.

“Pada tahun (2009) itu, kami punya coffeeshop dulu. Coffeeshop-nya berkembang, otomatis kebutuhan kopinya berkembang. Karena kami orang Gunung Halu, melihat banyak pohon kopi, kami masuk ke kebun. Berkebun,” cerita Rani saat ditemui JabarEkspres.com di Warehouse & Drymill Java Halu Coffe Farm, di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rabu (26/10) siang.

Tiga tahun kemudian. Mereka mulai memanen hasil kerja-kerja perkebunan. Biji-biji kopi itu pun dipasoknya untuk coffeeshop Java Halu yang tidak bertahan lama tersebut. Rani menilai, kerja-kerja perkebunan dan pengolahan pascapanen ternyata lebih berkembang jika dibandingkan toko kopi itu sendiri.

“Bahkan makin ke sini, makin menurun (pendapatan) coffeeshop. Apa lagi saat pandemi. Malah dari hasil pengolahan yang sudah berjalan ini justru mendapat pembeli ekspor pertama kali melalui media sosial Instagram,” ujarnya.

Lalu tepatnya pada 2014, Rani dan para petani memilih untuk serius dalam hal kerja-kerja kebun kopi. Yakni dengan nama Java Halu Coffee Farm. Tahapan pascapanen ini pun dikerjakan secara ramah lingkungan, yakni bersifat sustainability coffee farming atau budidaya kopi yang berkelanjutan. “Kami ingin selesai panen, sampahnya juga selesai,” sambungnya.

Sejumlah riset dan penelitian soal ekonomi hijau itu, termasuk budidaya kopi secara berkelanjutan sudah ditempuh. Salah satunya komposting kulit kopi. Namun pengolahan tersebut butuh waktu yang lumayan lama. Alih-alih berkelanjutan, justru malah mempengaruhi pendapatan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan