Kisruh Dago Elos, Tak Ada Pembelaan Pemkot Bandung

“Oh, ternyata keadilan itu masih ada,” katanya kepada wartawan Jabar Ekspres, Senin (27/6) di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung.

Berdasarkan data yang dihimpun, sengketa lahan ini melibatkan 300-an KK dan ribuan warga Dago Elos yang tinggal bertahun-tahun. Mereka nyaris terusir dari tanahnya atas dalih eigondom verponding yang telah usang. Menghindari kejadian itu terulang, pasca kemenangan di tingkat kasasi, warga yang belum tersertifikasi berupaya mengurus pemberkasan.

Pada 21 Januari 2021, mereka mengupayakan hal itu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung. Namun tak ada respon. Selagi menunggu, warga malah kedatangan sebuah petaka. Masalah baru.

Melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 109/PK/Pdt/2022, MA mengabulkan gugatan ahli waris Muller atas tanah Dago Elos yang telah ditolak dalam tingkat kasasi. Berdasarkan keputusan ini, lantas membuat penggugat masih memiliki hak atas kepemilikan objek tanah eigondom verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742 seluas 6,3 hektar.

Terlebih, di dalam PK itu terdapat pernyataan bahwa ada penyerahan hak atas tanah dari keluarga Muller kepada PT Dago Inti Graha, sebuah perusahaan properti.

Ditambah, gugatan yang dilayangkan lebih meluas. Kali ini, tak hanya warga Dago Elos di RT01/02 RW 02, melainkan juga menggugat warga Cirapuhan di RT 4/7/8/9. “Dan saat muncul putusan PK itu, ‘Tidak ada keadilan ternyata, tidak adil’. Benar-benar enggak adil,” sambung Taufik.

Putusan MK

Pendamping hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Heri Pramono mengatakan, terdapat kerancuan dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh pengadilan atas sengketa lahan warga Dago Elos menghadapi penggugat, keluarga Muller.

Menurutnya, putusan PK tersebut masih jauh dari rasa keadilan. Di antaranya putusan ini cenderung befsifat inferior. Lantaran isinya berkebalikan dengan kemenangan warga sebelumnya dalam putusan kasasi. “Bukan hanya terhadap ‘tidak mengakui hak-hak atas putusan (kasasi)’, tetapi dalam putusan PK tersebut juga (isinya) malah sebaliknya,” ungkapnya.

Dimana, lanjut Heri putusan kasasi itu mengatakan bahwa sudah berakhirnya masa eigondom verponding dan berstatus sebagai tanah negara. “Tetapi bagaimana mungkin, dalam putusan (PK), warga dianggap melakukan perbuatan melawan hukum di atas tanah itu sendiri. Ini, kan, yang rancu,” lanjutnya.

Tinggalkan Balasan