BANDUNG – Dalam Sidang kasus korupsi pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Semarang terungkap bahwa ada aliran dana suap yang melibatkan pejabat di PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 2 Bandung.
Kasus ini mulai mengkap aliran dana suap ketika menghadirkan saksi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian Bandung Shynto Hutabarat dengan terdakwa Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto.
BACA JUGA: 39 BUMD Hanya Gerogoti Uang Rakyat dan Belum Ada Kontribusi PAD
Dilansir dari kantor berita antara, Shynto Hutabarat yang juga tersangka membeberkan mengenail dana suap pada proyek peningkatan jalur KA Lampegan-Cianjur.
Dalam persidangan Shynto mengakui, uang suap diberikan oleh Direktur PT Dwifarita Fajar kharisma, Muchamad Hikmat Fan melalui seorang pengusaha bernama Zulfikar Fahmi.
‘’Total uang yang diterima saksi dari para pengusaha itu mencapai Rp 1,7 miliar,’’ kata Shynto dipersidangan.
Kemudian Shynto membeberkan bahwa uang tersebut digunakan untuk mengurus berita acara serah terima pekerjaan di PT KAI Daop 2 Bandung sebesar Rp 80 juta.
BACA JUGA: Kunjungi Bandung Anies – AHY Ingin Hembuskan Perubahan!
Selain itu Shynto juga mengaku mendapat uang dari para kontraktor yang nilainya mencapai Rp 1,3 miliar.
Menurutnya, uang tersebut digunakan untuk THR pegawai di Balai Teknik Perkeretaapian Bandung, pejabat struktural di Daop 2 Bandung, Ditjen Perkeretaapian.
‘’Uang juga dibeikan untuk honor pokja,” ucapnya ketika dicecap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Aliran uang juga mengalir kepada pejabat dan pegawai PT KAI Daop 2 Bandung yang sebelumnnya digantikan oleh David Damanik.
Shynto juga mengakui, ada pengaturan pemenang tender dengan direkayasa dari mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang lelang.
Shynto mengakui, untuk kisaran suap yang diberikan adalah sekitar 5 sampai 10 persen dari nilai proyek dengan perkiraan nilai total mencapai Rp 14,5 miliar.
Sementara untuk proses pencairan anggaran proyek Lampegan-Cianjur Shynto menuturkan bahwa sempat menemui kendala karena belum ada persetujuan kontrak tahun jamak dari Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan.
“Saya dapat informasi dari teman di Medan, untuk mengurus biasanya butuh ‘bensin’,” katanya.