RSF dibentuk pada tahun 2013 dan berkembang dari apa yang disebut milisi Janjaweed, yang dituduh melakukan kejahatan perang di wilayah Darfur.
Selama konflik Darfur pada tahun 2000-an, pemerintah Sudan menggunakan kelompoktersebut untuk membantu tentara menghentikan pemberontakan. Pada 2017, undang-undang yang melegitimasi RSF sebagai pasukan keamanan independen disahkan.
“Saat dia menjadi terkenal, kepentingan bisnis [Dagalo] tumbuh dnegan bantuan dari al-Bashir, dan keluarganya memperluas kepemilikan di pertambangan emas, peternakan dan infrastruktur,” ucap Direktur Program Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan di Timur Tengah Dewan Urusan Global Adel Abdel Ghafar kepada Al Jazeera, dikutip JabarEkspres.com.
Meskipun sudah lama menjadi sekutu al-Bashir, Dagalo mengambil bagian dalam menggulingkan presiden ketika pemberontakan yang pecah pada tahun 2019.
Sudan berbatasan dengan Laut Merah, wilayah Sahel, dan Tanduk Afrika. Lokasinya yang strategis dan keakayaan pertaniannya telah menarik permainan kekuatan regional, memperumit peluang transisi yang berhasil.
Beberapa tetangga Sudan, termasuk Etiopia, Chad, dan Sudan Selatan, telah terpengaruh oleh pergolakan dan konflik politik. Hubungan Sudan dengan Etiopia tegang karena lahan pertanian yang disengketakan di sepanjang perbatasan mereka; konflik di wilayah Tigray Ethiopia, yang mendorong puluhan ribu pengungsi ke Sudan; dan Bendungan Renaisan Etiopia Besar.
Kelas berat regional Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, yang menjalin hubungan dekat dengan RSF ketika mengirim ribuan pejuang untuk mendukung perang di Yaman, telah menyerukan kedua belah pihak untuk mundur.
Mereka, Amerika Serikat dan Inggris membentuk “Quad”, yang mensponsori mediasi di Sudan bersama dengan PBB dan Uni Afrika.
Kekuatan Barat khawatir Rusia dapat mendirikan pangkalan militer di Laut Merah, yang telah diungkapkan oleh para pemimpin Sudan sejak era al-Bashir. Mesir, yang mendukung militer Sudan, menempuh jalur alternatif dengan kelompok-kelompok yang mendukung kudeta 2021.
Semakin lama mereka bertempur di jalanan kota, semakin tinggi jumlah korban sipil dan semakin sulit bagi salah satu jenderal untuk menguasai reruntuhan.
“Ini adalah perebutan kekuasaan eksistensial di kedua sisi,” ujar Alan Boswell, Direktur Tanduk Afrika di International Crisis Group, yang juga menambahkan bahwa kedua belah pihak melihat konflik tersebut sebagai permainan yang “sangat sia-sia.”