JABAR EKSPRES – Kota Bandung memiliki segudang situs dan bangunan bersejarah yang ikonik. Agar lebih asyik, masyarakat dapat memanfaatkan jasa dari tim Cerita Bandung. Mereka akan mengajak berkunjung ke situs ataupun bangunan itu dengan sensasi walking tour.
Menelusuri situs dan bangunan bersejarah dengan berjalan kaki tentu menjadi sensasi yang asyik bagi penggemar sejarah ataupun tata kota. Hal itulah yang berusaha disuguhkan tim Cerita Bandung, Sebuah travel agency berbasis komunitas di Kota Bandung.
Biasanya, walking tour itu akan dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok berisi sekitar 20 orang. Perjalanan juga akan dipandu seorang agen berpengalaman. Sang agen tentunya telah menguasai sedikit banyak tentang situs atau gedung yang akan dikunjungi. Sehingga masyarakat tidak hanya melihat keindahan gedung atau situs, tapi bisa sekaligus menangkap cerita dan sejarahnya.
Founder Cerita Bandung, Farhan Basyir menceritakan, ia mulai merintis kegiatannya itu sekitar 2019. Niat awalnya membuka usaha tour travel. Tetapi dana investasi dari investor belum jadi masuk karena pandemi Covid-19.
“Kami jalanin aja dulu, itung-itung untuk pengenalan,” katanya kepada Jabar Ekspres.
Baca Juga: CEK FAKTA: Meninggalnya Pesulap Merah Usai Adu Sakti Dengan Dukun
Farhan tidak menyangka ternyata peminat dari walking tour itu cukup tinggi. Di hari biasa di luar Ramadan, setidaknya ada 5 rute yang disiapkan dalam setiap weekend. Sekali jalan ada sekitar 25 orang. “Sebulan ada sekitar 500 orang. Tapi kalau Ramadan gini memang agak menurun,” jelasnya.
Tim menyediakan 27 rute dalam kota dan satu rute untuk walking tour berkonsep alam yang bisa jadi pilihan. Rutenya seperti, Hiden Cicendo, Gedung dan Archipelwijk, Rediscover Pecinan, The Original Bandung, Dago Rendezvous, hingga Revealing Tjihampelas.
Sejauh ini rute yang paling digemari adalah ke makam Belanda Jalan Pandu “Kalau rute alam itu seperti ke kebun teh,” sambungnya.
Farhan menguraikan, selama ini kebanyakan masyarakat yang ikut walking tour adalah orang yang domisili di Kota Bandung. Misalnya mahasiswa, atau orang luar daerah tapi yang sedang kerja di Bandung. “Turis asing memang sempat ada, tapi tidak banyak,” cetusnya.