BANDUNG – Pengelolaan transportasi umum di Bandung dinilai buruk sehingga kerap menimbulkan kemacetan parah.
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, kondisi terkini angkutan perkotaan dengan skema Buy The Service (BTS) di 10 kota, termasuk transpostasi umum di Bandung.
“Skema BTS di 10 kota itu dilayani 47 koridor, dengan 741 unit bus dan 111 angkutan feeder,” kata Djoko melalui seluler, Selasa (14/2).
“Total penumpang yang diangkut 40.897.481 jiwa dengan tingkat isian atau load factor sebanyak 44,24 persen, dan fare box revenue Rp 11,1 miliar,” lanjutnya.
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2019 lalu, pada 2045 mendatang diperkirakan sebanyak 230 juta penduduk akan bertempat tinggal di perkotaan.
Karenanya, Djoko menilai, sudah sewajarnya layanan transportasi umum di Bandung dipandang sebagai layanan dasar yang memang harus tersedia dan bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Bisa diakses secara terjangkau, aman, selamat, nyaman, dengan menjunjung unsur kesetaraan serta keteraturan,” ucapnya.
Djoko menerangkan, kemudahan akses tersebut berangkat dari amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pada aturannya, tertuang bahwa pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang.
“Karena mayoritas penumpang merupakan masyarakat rentan secara ekonomi, fisik, maupun sosial,” terangnya.
Djoko mengungkapkan, dampak dari buruknya kondisi transportasi umum di Bandung saat ini, mengakibatkan kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jabodetabek sebesar Rp71,4 triliun per tahun.
“Akibat pemborosan bahan bakar dan waktu hilang. Terjadi pemborosan BBM sebesar 2,2 Juta liter per hari,” ungkapnya.