Sebelum masuk rumah, David meletakkan tas ransel yang ia bawa di dekat pintu itu. Lalu naik tangga menuju lantai atas. Tangan kanannya memegang hammer. Tangan kirinya memegang beberapa untai tali plastik bergerigi, yang kalau dipasang tidak bisa dibuka lagi, kecuali dipotong dengan alat.
Rupanya akan ada orang yang ia pukul, lalu tangan orang itu diikat dengan zipper itu.
Pun ketika David masuk kamar tidur, Paul tidak terbangun. Meski remang-remang mestinya terlihat ada orang masuk. Paul biasa tidur dengan lampu kecil yang redup. David juga masih bisa melihat di tempat tidur itu hanya terbaring satu orang.
Adegan ini dan adegan berikutnya terasa David seperti tidak berniat membunuh Paul. David justru membangunkan Paul dengan pertanyaan ini: apakah Anda Paul Pelosi?
Sebelum pertanyaan itu dijawab David langsung mencecar dengan pertanyaan berikutnya: “Mana Nancy Pelosi? Mana Nancy Pelosi? Paul membuka mata.
“Dia tidak ada di sini. Tidak di sini. Dia di Washington,” jawab Paul sambil berusaha bangun.
“Kapan Nancy pulang?” tanya David lagi.
“Dia belum akan pulang dalam dua hari ini,” jawab Paul.
“Baik, kalau begitu saya akan ikat kamu,” ujar David.
“Saya akan ikat kamu,” kata David lagi. Dengan cara itu David akan memaksa Nancy pulang.
“Tidak,” jawab Paul sambil menghindar.
David pun mencoba mau mengikat Paul. Beberapa kali. Gagal. Coba lagi. Gagal. Paul di umurnya yang 82 tahun ternyata masih gesit –segesit Nancy dalam bermain politik.
Paul turun dari tempat tidur. Ia lantas mencoba melangkah ke arah pintu. Ia ingin keluar kamar, lalu pakai lift turun ke lantai bawah. Tapi pintu diblokade oleh David.
Gagal keluar kamar Paul kembali duduk di tempat tidur.
“Kenapa Anda mencari Nancy?” tanya Paul.
“Well, dia kan di urutan kedua kekuasaan. Saya akan get out kalian semua,” katanya.
Paul bertanya lagi ke David: “Apakah saya bisa menghubungi seseorang yang Anda perlukan?”
Reaksi David tidak mengiyakan. Justru ia terlihat seperti semakin mengancam Paul.