JAKARTA – Hewan jenis serangga Jangkrik yang selama ini, biasa menjadi pakan hewan, sebenarnya bisa diolah menjadi bahan pangan dan dikonsumsi manusia.
Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Hardinsyah memaparkan, berdasarkan data menunjukkan dari sekian banyak serangga, jangkrik memiliki banyak manfaat.
‘’Serangga ini, memiliki kandungan energi yang rendah dan tinggi protein,’’ Kata Hardiansyah dalam keterangannya, Rabu, (3/10).
Dia mengatakan, jangkrik banyak mengandung protein yang sangat membantu untuk masa pemulihan untuk orang yang baru saja sembuh dari sakit.
Sedangkan untuk orang normal sangat bagus untuk pembentukan otot, gizi bagi ibu hamil dan pertumbuhan bagi anak.
‘’Jadi kandungan energi yang rendah, jangkrik punya keunggulan untuk healthy diet, kaya vitamin dan mineral, protein, dan asam-asam lemak esensial,” kata Handinsyah.
Olahan pangan berupa tepung memiliki kandungan protein dua kali lipat lebih tinggi dibanding daging sapi, dada ayam, telur, dan ikan salmon.
Kandungan kalsium lebih banyak ketimbang susu. Zat besi dalam olahan pangan dari jangkrik juga lebih banyak dibandingkan sayuran hijau.
Serangga ini juga memiliki banyak serat. Biasanya pada protein hewani jarang sekali terdapat kandungan berserat. Dan yang tak kalah pentingnya ternyata mengandung Omega 3 yang biasa ditemukan pada ikan Salmon.
Penetrasi Pasar Rendah
Meski begitu, untuk produk olahan ini, penetrasi pasar masih terbilang rendah. Hal ini disebabkan masih ada stigma bahwa hewan ini adalah jenis serangga yang menjijikan.
“Orang masih melihat seperti jijik ke jangkrik, karena masih rendahnya edukasi soal ini,” kata Koes Hendra yang merupakan CEO Sugeng Jaya Farm.
Dia menceritakan nasib teman seperjuangannya yang tidak lagi memproduksi abon jangkrik akibat pasar tidak berkembang.
“Permintaannya hanya berkisar 200 kilogram (kg) hingga 300 kg per bulan. Tidak ada perluasan pasar. Itu lagi, itu lagi pembelinya. Sebagai produsen ya tidak bisa lanjut lagi,” ungkapnya.
Untuk mengenalkan manfaat olahan pangan serangga ini perlu edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga orang tidak merasa jijik Ketika mengkomsumsinya
‘’Untuk itu ke depannya perlu kolaborasi antara produsen dan perguruan tinggi serta lembaga riset,”cetusnya.