Edukasi Seksualitas Masih Tabu, Potensi Anak Menyimpang Makin Tinggi oleh Teknologi

JabarEkspres.com, BANDUNG – Perkara kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap anak masih terjadi, termasuk di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat.

Sebelumnya dikabarkan, ada dua orang pelajar SD kelas 6 jadi korban pencabulan sesama jenis, oleh pelaku yang merupakan siswa kelas satu SMP.

Peneliti Pusat Riset Gender dan Anak Unpad, Antik Bintari menanggapi, kondisi perlindungan anak saat ini dipengaruhi oleh berbagai aspek, salah satunya dari perkembangan teknologi informasi.

“Perkembangan teknologi yang pesat, enggak bisa menyaring informasi mana yang baik dan buruk,” kata Antik kepada Jabar Ekspres melalui seluler belum lama ini.

Dia melanjutkan, terpaan informasi yang besar dan pesat itu, membuat sulit juga untuk memilah informasi terkait ekspansi atau pengembangan anak pada isu seksualitas.

“Misalnya sekarang mudah sekali mengakses sesuatu yang porno atau vulgar, itu mudah sekali diakses pakai Facebook, YouTube dan lainnya,” ujar Antik.

Dia mengaku, dari pengamatannya, faktor kemudahan akses teknologi tersebutlah yang berdampak pada kecenderungan anak mendapat pengetahuan yang tidak sesuai usianya.

Menurut Antik, apabila disandingkan masa pertumbuhan anak dengan zaman dulu yang belum pesatnya teknologi, kecenderungan berbuat kejahatan atau pelecehan terjadi oleh anak karena lingkungan.

“Menurut saya tenologi (berpotensi) memaksimalkan kejahatan, karen aksesnya yang mudah. Terus anak-anak itu kurang sekali mendapatkan edukasi seks yang benar,” ucapnya.

Antik menilai, baik orangtua atau guru, ketika membahas konteks bagaimana cara memperlakukan tubuh diri sendiri maupun orang lain, masih dianggap tidak sesuai dengan norma.

“Padahal kebutuhan untuk memahami itu sangat penting dari sejak (usia) dini. Jadi ada kesalah pahaman juga dari edukasi seks selama ini orang anggap tabu,” imbuhnya.

Antik menerangkan, hal tabu tersebut berdampak pada keingin tahuan anak yang tinggi, namun dukasi yang seharusnya diberikan tidak berjalan.

“Jadi misal menjelaskan alat vital, bagaimana itu berfungsi, gimana kalau alat vital dilakukan pada pihak lain, dampaknya itu dianggap tabu,” terangnya.

Dijelaskan Antik, Indonesia tergolong negara yang masyarakatnya bukan tidak terbiasa terhadap penyampaian informasi seksualitas.

“Jadi di satu sisi informasi itu tidak didapat oleh anak sejak dini, lalu mereka mencari tahu sendiri dan bisa jadi informasi yang ketahui itu salah,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan