Tinta Elizabeth

 

Er Gham

Cerita fiksinya tidak lagi pakai uang cash. Sudah tersedia bar code. Yang pamit mau pulang langsung buka aplikasi, lalu scan bar code. Kemudian masukkan pin. Selesai.

 

Sasti Ramedeni

“Amplop” sekecil itu setipis itu bisa diisi banyak hal, bisa diisi permintaan do’a restu, rasa sayang, minta dukungan, dilancarkan urusan, permintaan tutup mulut dimana isi yang kasat mata sebenarnya hanya selipan. Sewaktu kecil dulu saya sering merasa heran (hanya dalam hati), “Bagaimana orang itu bisa hidup lebih dari berkecukupan padahal yang saya ketahui dia hanya mengaji dan memberi ceramah”.

 

Jimmy Marta

Kemanapun sang kyai berceramah, selalu ia ikuti. Selesai pak kyai memberi pengajian seseorang itu lalu menyalami. Tersenyum dan mengucapkan salam dan salam tempel dg amplop abu abu. Di amplop tidak hanya berisi uang. Tapi juga ada tulisan arab kecil yg berisi nasehat untuk kyai. Awalnya pak kyai hanya mengira orang tersebut semacam panitia. Biasa saja. Tapi Itu terjadi lima sampai enam kali. Ditempat pak kyai ceramah yg tidak pd satu tempat. Pak kyai mulai kepikiran. Penasaran dan mulai bertanya tanya. Siapa lelaki misterius itu. Yg selalu menggunakan jubah lapang berwarna hitam itu. Konflik cerita dimulai saat sang kyai mulai ingin membuka amplop. Kebetulan tiap amplop sudah diberi seseorang itu tanggal. Pak kyai meng urutkan semua amplop berdasarkan tanggal. Ada lima amplop. Tapi dari tanggal yg tertera seperti ada yg terlewat. Bukankah ia menerima berturut-turut. Kyai percaya harusnya enam. Istrinya pun mengatakan ada nya hanya itu. Lima. “Pak, lihat kesini”, teriak istrinya histeris. Pak kyai bergegas kekamar. Masyaallah ucap mereka melihat dari lemari tempat kyai menyimpan amplop itu berhamburan uang lembaran setatus ribuan. Itu ringkasan cerpen berjudul amplop abu-abu. Siapa sosok misterius berjubah hitam. Apa nasehat yg tertulis diamplop tidak ditulis pengarang. Cerpen terdapat dalam kumpulan cerpen lukisan kaligrafi karya bpk.mustofa bisri.

 

Fenny Wiyono

kira2 kl disibukkan dengan permasalahan begini pemerintah tambah sedih krn banyak kerjaan, atau tambah seneng krn banyak “koordinasi”?

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan