Elektabilitas berarti tingkat keterpilihan. Pertanyaan biasanya begini, seandainya saat ini dilakukan pemilihan presiden, siapa yang akan Anda pilih? Sedangkan popularitas lebih berhubungan dengan tingkat ngetop sang calon baik dalam arti positif maupun negatif.
Berdasarkan survey dari berbagai surveyor, Prabowo selalu ada di peringkat atas. Untuk mengetahui Lembaga survey mana saja yang hasil surveynya mengunggulkan Prabowo, pembaca bisa browsing di berbagai laman berita.
Sekarang bagaimana dengan Cak Imin? Survey terakhir yang dilakukan oleh Litbang Kompas ternyata nama Ketum PKB tersebut tidak masuk dalam pilihan reponden. Yang muncul justru nama-nama beken namun belakangan ini jarang terpublikasikan seperti mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Mensos, Tri Rismaharini.
Manuver Muhaimin untuk mendongkrak namanya agar berkibar harus diacungi jempol. Tapi sejauh ini popularitasnya tidak otomatis terdongkrak. Lain halnya dengan Prabowo. Selama menjabat Menteri Pertahanan tidak terlalu banyak gebrakan yang ia lakukan. Kalaupun ada kinerjanya seakan tenggelam dengan kerja keras dan kerja cepat Presiden Jokowi.
Namun untuk figur Prabowo penulis melihat adanya “anomali politik”. Betapa tidak? Dengan sedikit gebrakan, Prabowo seakan begitu mudah meraih peringkat yang tinggi dari hampir setiap lembaga survey.
Dengan kondisi bak “langit dan bumi” antara Prabowo dan Cak Imin, tampaknya KKIR perlu lakukan kalkulasi politik yang ketat untuk memutuskan keduanya maju pada 2024. Namun dalam dunia politik tidak dikenal 1 plus 1 sama dengan 2.
Tingkat popularitas Ma’ruf Amin tentu sangat jauh dibanding Jokowi ketika mereka maju dalam Pilpres 2019. Namun keduanya bisa memenangkan kontestasi tanpa harus menggerus popularitas Jokowi sebagai petahana.
Kita lihat saja peruntungan koalisi KKIR, termasuk apakah Cak Imin sudah pasti akan mendampingi Prabowo sebagaimana ditegaskan oleh Waketum PKB, Jazilulu Fawaid bahwa KKIR akan mengusung Prabowo dan Cak Imin dalam pilpres 2024. *)