Menelisik Duet Prabowo Muhaimin

Oleh: Aa Wahyudi

penulis adalah pemerhati masalah sosial politik

 

Hari H pilpres 2024 masih sekitar 16 bulan lagi, namun deru mesin politik dari partai politik mulai terasa hangat. Ada dua parpol yang sudah mendeklarasikan capres yang bakal mereka usung.

Nasdem dengan jagoannya yakni Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa.

Lantas PAN yang ajukan sembilan nama yakni Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, Puan Maharani, BUMN Erick Thohir, ditambah empat gubernur yakni Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil (Jawa Barat) dan Khofifah Indar Parawansa (Jawa Timur).

Di luar dua nama parpol di atas yang bermanuver secara individual, ada juga yang lakukan manuver politik secara gabungan.

Mereka adalah Golkar, PPP dan PAN yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan terakhir adalah Gerindra dan PKB yang menamakan diri Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

Dalam catatan politik kali ini penulis akan menyoroti KKIR dengan tokoh sentralnya Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar atau yang beken disebut sebagai Cak Imin.

UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa partai atau gabungan partai boleh mengajukan pasangan capres dan cawapres apabila dalam pemilu sebelumnya (2019) minimal meraih 25% suara sah nasional atau mempunyai 20% jumlah kursi di DPR.

Jika memakai kriteria pertama, maka KKIR belum bisa mengusung paslon karena total suaranya baru mencapai 22,26% yakni Gerindra 12,57% dan PKB 9,69%. Namun jika memakai kreteria kedua sudah boleh melakukan “kawin politik” karena total kursi di DPR mencapai 23,66% yakni dari 13,57% dan 10,09% atau setara 78 plus 58 kursi dari total 575 kursi di DPR.

Dari sini jelas bahwa paslon KKIR bisa melaju sampai ke tahapan ajuan kandidat, masalahnya sekarang adalah apakah pasangan ini laik pilih? Tentu harus dilakukan utak-atik politik atas duet mereka. Bagaimanapun juga yang bakal jadi pertimbangan pemilih adalah figur paslon.

Nama Prabowo langsung berkibar sejak ditarik Jokowi masuk dalam Kabinet Kerja II. Berkibar di sini tentu terkait dengan tingkat elektabilitas maupun popularitas. Lembaga survey dalam melakukan sigi capres, umumnya akan menguji tingkat elektabilitas dan popularitas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan