Karena itu, sebagaimana Pasal 19 Ayat (2), bupati dan wali kota di Jakarta selama ini diangkat oleh Gubernur DKI Jakarta atas pertimbangan DPRD DKI Jakarta yang diambil dari unsur pegawai negeri sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan.
“Undang-Undangnya sedang di godok. Apakah modelnya bakai sama seperti sekarang. Yang Wali Kotanya tidak dipilih dan diangkat Gubernur. Jika berubah menjadi dipilih, tentu ada perubahan karekteristik juga,” jelasnya.
Saat ditanya apakah Kang Emil lebih baik di Jabar untuk dua periode, maju DKI Jakarta, atau ke Nasional sebagai Capres pada 2024 nanti, dia mengatakan Jawa Barat dan Jakarta punya peluang.
“Jadi dari sisi partai, kalau bicara peluang tentu lebih potensi di Jabar dua periode atau di DKI Jakarta. Secara pertarungan dengan kandidat lain relatif mampu bersaing,” kata dia.
Dia menuturkan, pilihan bergantung pada variabel elektabititas. Jika melihat nasional. Untuk sosok Kang Emil tetap berada pada posisi ke 4 sampai 5. Jauh dibandingkan Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo.
Dari segi kepartaian, ia mengatakan Kang Emil sering disebut-sebut berpotensi menjadi Capres. Akan tetapi belum menjadi pertimbangan utama oleh partai.
Partai NasDem, Kang Emil ada komunikasi intens. Tapi saat Rakernas (16/6) kemarin memunculkan tiga nama. Anies Baswedan, Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo.
Sementara Partai Gerindra, mengusung Ketua Umum: Prabowo Subianto. Untuk PDIP, ada Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Golkar, Airlangga Hartarto. PKB, Muhaimin Iskandar.
“Itu menjadi problem pertama Kang Emil jika mau maju di Pilpres 2024 nanti. Partai akan lebih masih belum mempertimbangkan satu figur kalau di level Pilgub. Berbeda untuk pilpres. Namanya sudah mulai mengurucut,” tuturnya.
Terakhir, ia menyampaikan, sosok Kang Emil sebetulnya mempunyai peluang di Cawapres. Walaupun dinamika pemilihannya selalu dibatas waktu. Dia mencontohkan, seperti Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Wapres wakilnya kan mengejutkan. Semoga ada peluang untuk Kang Emil,” tandasnya. (win)