Tanah Sunda memiliki begitu banyak kesenian budaya, salah satunya seni Benjang. Pertunjukan hiburan rakyat ini menjadi satu di antara bermacam ciri khas budaya kesundaan.
Yanuar Baswata, Jabar Ekpsres, Kabupaten Bandung
Melalui informasi yang berhasil dihimpun Jabar Ekspres, seni Benjang telah populer di kalangan masyarakat Suku Sunda sekiranya sejak akhir abad ke-19 lalu.
Hiburan yang dilakukan di amben atau bale disebut sebagai sasamben oleh para pemuda kala itu yang banyak diikuti budak perkebunan kopi atau para bujang (anak laki-laki). Karenannya, seni hiburan tersebut diberi nama sasamben budak bujang atau disingkat menjadi Benjang.
Sekiranya di abad ke-20 lalu, seni Benjang mulai berasimilasi dengan seni Terebangan, tabuhan bernafaskan Islam menggunakan sejenis rebana sebagai alat musiknya.
Perpaduan musik dengan seni beladiri Gedut hasil pengembangan dari Rudat, membuat perkembangan kesenian menjadi Benjang Gelut (berkelahi) sebagai gulat tradisional sekiranya pada 1923 lalu.
Salah seorang pegiat seni Benjang, Ade Sutaryana (46), Ketua Grup Lingkung Seni Setia Wargi dari Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung itu mengaku, sampai saat ini hiburan yang dibuat oleh para leluhur itu masih eksis hingga saat ini.
“Guru kabuhun yang paling populer di kalangan seni Benjang itu bernama Abah Wasim,” kata Ade yang mengenakan Pangsi alias pakaian lengkap adat Sunda.
Tokoh besar seni Benjang itu dikatakan Ade, perjalanannya diteruskan oleh cucu murid bernama Abah Iling dalam mempopulerkan seni Benjang.
Tak berhenti di era Abah Iling, perjalanan seni Benjang khususnya di wilayah Kabupaten Bandung dilanjutkan oleh para muridnya yakni Abah Ucun dan Abah Iyeng dengan bentukan grup bernama Mekar Budaya.
Pertunjukan yang biasa digelar malam hari itu mengalami perjalanan cukup panjang, sampai akhirnya saat ini banyak dikenal bahwa seni Benjang merupakan pertunjukan hiburan rakyat dengan bermacam atraksi di berbagai acara.