Cs Writers Bandung, Klub Menulis Rehat di Luar Hal-Hal Berat

Dalam sekam malam, mereka berkumpul selama satu sampai dua jam. Mereka menulis dan saling berbagi cerita. Cerita-cerita orang biasa, itu tadi, mereka yang berkumpul di tengah sekam malam.

MUHAMAD NIZAR, JABAR EKSPRES.

 

“Dengar teman-teman, kalau sampai Nizar enggak mau ikutan nulis, jangan kasih dia wawancara. Tolak saja,” seru Misha Baron, anggota CS Writers Club Bandung.

Lantas begitulah awalnya, saya dipaksa mengikuti seluruh kegiatan klub menulis eksentrik ini.

Meski memakai embel-embel ‘menulis’ dalam penamaan, tidak membuat klub ini cuma diisi kegiatan menulis. Masing-masing anggota Coughsurf (Cs) Writers Club Bandung pun membaca tulisannya.

Tidak ada ketua. Semua anggota. Bahkan untuk mengatakan anggota, terdengar kurang cocok. Kaku. Mungkin, boleh disebut sebagai teman baru.

Teman baru, satu per satu membaca tulisannya di hadapan para hadirin klub menulis. Mereka bakal khidmat saling mendengarkan pada malam Jumat.

Seminggu sekali. Dengan pemandu acara dan tema menulis yang berbeda-beda tiap pertemuan. Begitupun tempatnya. Nomaden.

Komunitas menulis dan membaca justru lahir dari komunitas yang lebih besar. Cough surfing (Cs). Komunitas traveller, skala internasional dan lebih global.

Pada akhirnya, tahun 2015, dia bersama beberapa kawan menciptakan Cs’ Writer Club di Kota Bandung. Khusus anggota Cs yang senang menulis.

“Kalau begitu, kan, kami sudah mulai membuka untuk umum. Siapa pun boleh gabung,” ucap anggota paling lama Cswc Bandung, Oesman Hadi, 30, beberapa waktu lalu.

Dia bercerita, orang-orang yang berdatangan pun mulai beragam. Pebisnis, seniman, guru, anak SMA, mahasiswa, juru parkir, dan lain-lain.

Intinya, kata Hadi, semua diperbolehkan. Baik itu yang suka menulis maupun tidak. “Kayak untuk mencurahkan segala sesuatu ke dalam tulisan. Jadi enggak ada aturan baku. Kalau nulis harus nulis bagus. Bebas. Setiap orang bisa menulis dengan cara apa pun,” ceritanya.

Karena menurutnya, tidak setiap orang mampu mengekspresikan secara emosi. Marah dipendam. Dan tak dinyana, di komunitas ini banyak yang mengalami hal demikian.

Melalui tulisan, mereka yang berada di tengah sekam malam Jumat itu, bisa saling mengenal tanpa perlu bertanya. Lantaran tulisan dapat menjelaskan sisi personal tiap penulis.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan