Dugaan Penyelewengan Dana Sumbangan, Kemensos Akan Panggil Petinggi ACT

JAKARTA – Kementerian Sosial (Kemensos) berencana akan memanggil petinggi ACT (Aksi Cepat Tanggap) terkait dugaan penyelewengan dana umat untuk kepentingan pribadi.

“Kementerian Sosial akan memanggil pimpinan ACT,” kata Sekjen Kemensos Harry Hikmat kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/7).

Ia mengatakan, pemanggilan tersebut untuk menanyakan lebih lanjut terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh bos ACT.

“Kita akan mendengar keterangan dari apa yang telah diberikan media massa. Termasuk menyelusuri apakah terjadi indikasi penggelapan oleh pengelola,” ujarnya.

Menurut anak buah Tri Rismaharini itu, pemeriksaan tersebut berdasarkan Permensos No 8 tahun 2021 huruf B.

Dimana, Irjen Kemensos memiliki kewenangan sepenuhnya untuk memeriksa penyelewengan dana umat yang dilakukan bos ACT.

Harry mengatakan, jika nantinya dalam pemeriksaan itu pihak Kemensos menemukan adanya indikasi penyelewengan dana ACT.

Maka Kemensos akan membekukan atau mencabut izin usaha ACT alias tidak bisa beroperasi lagi sampai kasus-kasus ini benar-benar selesai.

“Ini mengacu pada ketentuan Pasal 19 huruf b, Menteri Sosial berwenang mencabut dan/atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan,” terangnya.

Nantinya, penyelenggaraan PUB sendiri dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran secara tertulis, penangguhan izin, hingga pencabutan izin.

“Bahkan bisa ditindaklajuti dengan sanksi pidana, apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tutur Harry.

Untuk diketahui, ACT menjadi sorotan publik dan trending topik di Twitter dengan tagar #JanganPercayaACT pada Senin (4/7).

Itu setelah majalah Tempo menurunkan berita dijadikan headline berjudul ‘Kantong Bocor Dana Umat’.

Dalam laporan investigasi tersebut, Tempo mengulas lebih dalam bagaimana petinggi ACT Aksi Cepat Tanggap menyelewengkan dana umat yang berasal dari donasi masyarakat melalui ACT.

Namun gaji ratusan juta bos ACT itu dibantah Presiden ACT Ibnu Khajar.

“Pimpinan tertinggi saja tidak lebih 100 juta. Jadi kalau disebut Rp250 juta, kami tidak tahu datanya dari mana,” tuturnya.

Soal fasilitas mobil mewah, Ibnu Khajar mengakui itu dibeli oleh ACT untuk keperluan tugas-tugas.

“Saat lembaga membutuhkan alokasi dana kembali seperti sekarang ini, otomatis dijual. Jadi bukan untuk mewah-mewahan, gaya-gayaan,” tuturnya. (pojoksatu-red)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan