Khutbah Jumat Singkat Tentang Pancasila, Untuk Peringati Hari Lahir Pancasila

Ini semua merupakan karunia yang luar bisa dan tak ternilai harganya serta patut kita syukuri sehingga kita berharap Allah akan menambah lagi kenikmatan sebab kita mensyukurinya.

 

Semua nikmat damai yang kita rasakan saat ini, tidak terlepas dari perjuangan para pendiri bangsa yang telah meletakkan pondasi kuat untuk menjadi landasan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karenanya, kita juga harus senantiasa bersyukur dan berterimakasih kepada para pendahulu kita dengan berusaha sekuat kemampuan untuk mempertahankan kemerdekaan dan perdamaian sehingga bisa terus terwujud di negara ini.

Ungkapan syukur kepada para pendiri bangsa ini selaras dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi:

Artinya: “Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Di antara kado istimewa yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa Indonesia adalah hadirnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air.

Dengan ideologi yang menjadi dasar negara, Pancasila mampu menyatukan keragaman yang ada dengan lima sila yang ada di dalamnya.

Jika dipahami secara mendalam, kelima sila yang ada dalam Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip dasar agama Islam.

Bahkan sila-sila yang ada dalam Pancasila selaras dengan firman-firman Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Sila pertama yakni “Ketuhanan yang Maha Esa” selaras dengan firman Allah yang menegaskan keesaanNya dan memuat kandungan ketauhidan atau At-Tauhid. Hal ini selaras dengan Al-Qur’an Surat Al-Ikhlas ayat 1.

Artinya : “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.”

Selanjutnya sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” juga termaktub dalam Al-Qur’an yang berisi kandungan kemanusiaan atau Al-Insaniyyah.

Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 135:

 

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan