Jabarekspres.com – Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemeriksaa Bendum PBNU ini terkait dengan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi, Namun KPK belum bisa menjelaskan secara rinci terkait kasusnya.
“Informasi yang kami peroleh, benar, ada permintaan keterangan dan klarifikasi yang bersangkutan oleh tim penyelidik,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Kamis (2/6).
Kasus tersebut membutuhkan keterangan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) tersebut. Sebab, kasus itu masih dalam tahap penyelidikan.
“Kami saat ini tidak bisa sampaikan materinya mengingat masih kegiatan penyelidikan,” ucap Ali.
KPK meminta masyarakat bersabar untuk menunggu proses hukum yang sedang berjalan. Oleh karena itu, KPK berjanji bakal akan membeberkan kasus yang sedang ditangani pada saatnya nanti.
Sebagaimana diketahui, nama Mardani Maming sempat terseret dalam perkara dugaan suap terkait izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Mardani yang merupakan mantan Bupati Tanah Bumbu itu disebut menerima uang Rp 89 miliar.
Hal ini setelah Christian Soetio, adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Henry Soetio yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap IUP di Kabupaten Tanah Bumbu dengan terdakwa eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang digelar di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Jumat (13/5) lalu.
Dalam kesempatan berbeda, Mardani H Maming membantah terlibat pada kasus peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Melalui kuasa hukumnya, pria yang menjabat sebagai Bendum PBNU ini, menyatakan pemberitaan sejumlah media yang menyebut dirinya terlibat pada kasus yang terjadi 10 tahun yang lalu itu tidak benar dan tidak berdasar pada fakta hukum yang sedang berjalan. Ia pun meminta kepada media agar tetap berimbang memberitakan kasus ini.
“Perlu kami sampaikan bahwa hubungan Bapak Mardani dan Bapak Dwidjono selaku terdakwa In Casu adalah hubungan struktural bupati dan kepala dinas sehingga bahasa memerintahkan yang dikutip media dari Kuasa Hukum Bapak Dwidjono haruslah dimaknai sebagai bahasa administrasi yang wajib dilakukan oleh seorang kepala dinas jika terdapat adanya permohonan oleh masyarakat termasuk pula permohonan atas IUP PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN),” jelas kuasa hukum Mardani, Irfan Idham, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/4). (jawapos)