Unjani Gelar Webinar Nasional Bertajuk “Reorientasi Kebijakan IHT Kepada Kepentingan Nasional Dan Merdeka Dari Intervensi Asing”

CIMAHI – Kunci hidup matinya Industri Hasil Tembakau (IHT) bergantung pada regulasi yang berkeadilan. Adanya tekanan anti tembakau yang begitu kuat dan mendapat sponsor dari asing memunculkan kebijakan eksesif dan tidak objektif.

Hal itu dipaparkan Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan, saat menjadi pembicara di acara webinar nasional bertemakan “Reorientasi Kebijakan IHT Kepada Kepentingan Nasional Dan Merdeka Dari Intervensi Asing”, yang diselenggarakan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Kamis (14/4).

“Kami sangat menyayangkan pemerintah yang selalu menentukan tarif CHT diatas nilai keekonomian,” ujarnya.

Menurut Henry, seharusnya dalam menentukan tarif pemerintah mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dengan angka moderat dalam kondisi pandemi saat ini.

“Sangat perlu dilakukan pemulihan agar IHT dapat pulih kembali,” terangnya.

Dia pun berharap, pemerintah dapat melakukan strategi extraordinary dalam pemberantasan rokok ilegal. Di mana pemerintah tidak perlu melakukan Revisi PP No.109/2012 serta tidak melakukan simplifikasi tarif cukai dan penggabungan SKM – SPM.

“Seharusnya pemerintah membuat roadmap IHT yang berkeadilan, dengan melibatkan stakeholder dalam proses penyusunannya,” tandas Henry.

Sementara itu, Rektor Unjani yang juga sebagai Pakar Hukum Internasional Profesor Hikmahanto Juwana menilai saat ini ada upaya asing dalam mengambil pangsa pasar perokok Indonesia melalui intervensi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP 109/2012).

“Banyak negara yang ingin ambil pangsa pasar perokok Indonesia, karena Indonesia memiliki pasar perokok yang besar dan banyak negara yang berniat menekan pasar domestik,” paparnya.

Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga memiliki kemampuan ekspor tembakau dalam jumlah yang besar sehingga banyak negara lain khawatir Indonesia menguasai pangsa pasar perokok secara global.

“Sekarang dunia ini sudah tidak lagi berebut wilayah, juga tidak lagi berebut pengaruh. Yang diperebutkan adalah pangsa pasar. Kita harus hati-hati,” tandasnya.

Acara yang diselenggarakan secara online dan offline di Ruangan Simulasi PBB Gd. Jenderal TNI Mulyono FISIP Unjani ini diikuti seeikitnya 300 peserta yang terdiri dari Civitas Akademika Unjani seperti para pejabat, dosen, mahasiswa program sarjana maupun pasca sarjana, mahasiswa dari universitas lain serta berbagai macam elemen masyarakat umum mulai dari pelaku industri hasil tembakau, akademisi, politisi, petani tembakau dan pemangku kepentingan bidang industri hasil tembakau lainnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan