JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan peringatan ditemukannya ribuan obat tradisional dan suplemen yang mengandung bahan kimia telah beredar dipasaran.
Padahal BPOM tengah berupaya memberantas peredaran obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO) tersebut.
Menurut Kepala BPOM RI Penny K Lukito, Pihaknya telah mengeluarkan public warning terhadap 1.094 produk obat tradisional dan suplemen kesehatan karena mengandung BKO.
Lebih lanjut dia menjelaskan, peredaran obat tradisional yang mengandung BKO bisa menimbulkan dampak negatif pada sisi ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.
”Dari sisi ekonomi, peredaran produk mengandung BKO ini dapat merugikan produsen obat tradisional yang legal karena timbul persaingan yang tidak sehat dan juga peningkatan biaya kesehatan masyarakat akibat efek samping yang timbul,” kata dia dalam siaran persnya.
Selain sisi ekonomi, dari sisi hukum dia juga menjelaskan, adanya dampak yang timbul dari peredaran bahan tersebut.
”Dari sisi hukum, jika tidak dilakukan penindakan maka berpotensi menimbulkan dampak ketidakpastian hukum terhadap peredaran obat tradisional mengandung BKO,” sambung dia.
Dari sisi sosial, masyarakat bisa resah akibat adanya bahaya terhadap kesehatan. Sementara dari sisi budaya, peredaran obat tradisional mengandung BKO itu bisa menurunkan penggunaan/konsumsi dan citra jamu sebagai national heritage Indonesia.
Berdasar hasil pengawasan Badan POM pada 2021, terdapat 64 produk (0,65%) dari total 9.915 produk obat tradisional yang telah disampling dan diuji diketahui mengandung BKO.
BKO yang paling banyak ditambahkan pada obat tradisional, yaitu Sildenafil Sitrat dan turunannya (obat tradisional stamina pria), Parasetamo (obat tradisional pegal linu), Tadalafil (obat tradisional stamina pria), Deksametason (obat tradisional pegal linu), dan Sibutramin hidroklorida (obat tradisional pelangsing).
”Walaupun persentase obat tradisional mengandung BKO tergolong relatif kecil, tetapi bahaya terhadap kesehatannya sangat tinggi bagi masyarakat,” ujar dia.
Menurut dia, penanganan kasus obat tradisional mengandung BKO itu bakal lebih optimal jika dilakukan secara sinergis dan terintegrasi bersama semua pemangku kepentingan.
”Integrasi tersebut dilakukan melalui tiga strategi integrasi, yaitu integrasi pelaksana program, bentuk program, dan tempat pelaksanaan program,” ungkap dia.