BANDUNG – Diskusi jurnalistik digelar oleh PFI Bandung untuk memperingati perjuangan garda terdepan, terutama para jurnalis dalam menghadapi dan meliput pandemi.
Acara ini dihadiri oleh pemateri dari berbagai organisasi pewarta di Bandung, di antaranya perwakilan dari AJI Bandung, FDWB, PFI Bandung, IJTI Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kota Bandung, juga perwakilan dari Wartawan Foto Bandung (WFB) yang membahas tentang pengalaman para pewarta saat meliput Covid-19.
Salah satu pemateri, Prima Mulia dari Wartawan Foto Bandung, mengisahkan tentang perjalanannya saat ia harus meliput di zona-zona penularan. Ia mengaku bahwa ia hanya bisa tidur sekitar 1-2 jam karena terus terbayang akan pengalaman liputan yang saksikan dari para wabah covid-19.
“Dampaknya (dari liputan covid) ini sih saya sendiri cuman bisa tidur satu jam-dua jam, karena tidak bisa tidur. Selalu terbayang terus,” ujarnya di acara Diskusi Jurnalistik 738, Selasa (8/3).
Prima mengaku, sebagai wartawan foto ia telah meliput ke banyak tempat kontroversial; seperti meliput ruang jenazah korban covid, ruang isolasi, dan pemakaman jenazah covid. Hal ini didasari tujuan mulia untuk memberikan informasi dengan jelas pada masyarakat.
“Saya ingin memberikan informasi sejelas-jelasnya untuk masyarakat,” tutur Prima.
Setelah itu, dr Rosye Arosdiani Apip, MKom, pemateri dari Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bandung, bicara mengenai kesehatan mental yang kerap ditemukan pada nakes saat pandemi terjadi.
Rosye mengaku, dirinya pernah menerima telfon di tengah malam dari tenaga kesehatan hanya untuk menangis di telepon lantaran pasien yang ditanganinya meninggal dunia. Atas hal ini, Dinkes berupaya membuka layanan konseling untuk para tenaga kesehatan yang merasa depresi.
“Banyak nakes yang masuk kategori depresi akibat pandemi covid-19. Atas hal ini kami masih membuka konseling, jika ada yg merasa memiliki masalah dengan kejiwaan,” ujar Rosye.
Pemateri lainnya, Tri Joko Her Riadi dari AJI Bandung, mengangkat topik bahwa isu kesehatan mental masih asing terdengar di lingkungan para Jurnalis, padahal pandemi covid-19 ini jelas membuat kesehatan mental para jurnalis terguncang.