Katakan Seni Rupa dengan Cinta: Pameran Tentang Idealisme Seniman Tekuni Dunianya

WALAUPUN di tengah-tengah masa pandemi, ekonomi kacau, pasar sedang lesu, dan segala carut-marut semacamnya. Menurut Isa Perkasa, Kurator Pameran “Katakan Seni Rupa dengan Cinta”, berkarya itu harus.

Rambut gondrong seolah menggambarkan seni dalam dirinya. Tak perlu rasanya penulis bertanya: Bapak, seorang seniman? Tak perlu. Dengan melihat dirinya memakai kaus lengan pendek berwarna hitam bertuliskan SENIRUPA di bagian dada saja, penulis, sungguh segan. Benar-benar tak perlu bertanya seperti demikian.

“Idealisme harus tetap dipakai dan kesungguhan itu harus maju terus,” ujarnya saat ditemui di ruangan kurator Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, Selasa (1/3).

Diikuti sebanyak 59 seniman se-Bandung Raya, pameran tersebut berlangsung sejak 22 Februari sampai 3 Maret mendatang di Galeri Pusat Kebudayaan, Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK), Kota Bandung.

“Ini tentang idealisme seniman. Kesungguhan seniman serupa menekuni dunianya. Di sana (pameran) juga ada (idealisme). Harus tulus, kami berjuang demi seni rupa,” sambungnya.

Selain pameran, masih di tempat yang sama, diskusi para seniman soal kondisi seni rupa yang sedang terpuruk pun sempat berlangsung, pada Senin (28/2) kemarin.

Dirinya mengaku, sebetulnya, rencana pameran sudah ada sejak awal tahun. Bahkan dengan mengusung tema dan tujuan yang lumayan berbeda.

“Niat kami itu syukuran ini (Gedung YPK) kembali dibuka setelah 2 tahun tutup. Karena PPKM dan sempat renovasi. Pameran ini awalnya bakal berlangsung dengan tema Pembebasan Pandemi. Gagasan itu muncul, sebagai tanda syukur,” katanya.

Pameran pertama ini, lanjutnya, sekaligus menjadi kesempatan untuk sosialisasi penamaan ruangan Galeri Pusat Kebudayaan. Ruangan yang dipakai sebagai tempat berlangsungnya pameran. “Biar memudahkan pengunjung dan sistem di galeri.”

Seniman dan Seni Rupa Harus Hidup

Isa mengungkapkan, pameran ‘Katakan Seni Rupa dengan Cinta’ juga bertujuan untuk membetulkan manajemen. Membangun pameran yang bisa mandiri, disupport donasi, atau pameran yang bisa didukung CSR. “Kami sedang membangun. Seniman harus hidup. Seni rupa juga harus hidup,” katanya.

“Seni rupa seperti tidak pernah dianggap. Pemda sendiri gak pernah mendukung kegiatan yang besar. Ya, paling inisiatif seniman. Ini kalau tidak diperjuangkan oleh seniman, takkan jadi galeri,” sambungnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan