JAKARTA – Kebzijakan pemberian insentif pajak sampai saat ini masih diberlakukan kepada wajib wajak (WB) sebagai upaya untuk pemulihan ekonomi nasional.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak mengatakan, pemberian insetif pajak ini telah tertuang dan aturan pemerintah yang bertujuan untuk Wajib Pajak yang Terdampak Pandemi Covid-19.
Untuk insentif pajak yang mengalami perpanjangan di antaranya pembebasan biaya pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor untuk 72 Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) berlaku sejak Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 impor terbit sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
Kedua, pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk 156 KLU sampai dengan Masa Pajak Juni 2022.
Ketiga, PPh Final jasa konstruksi Ditanggung Pemerintah (DTP) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak penerima Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi atau P3-TGAI sampai dengan Masa Pajak Juni 2022.
Pengaturan lainnya dalam PMK ini adalah untuk wajib pajak yang telah mengajukan SKB PPh 22 impor dan/atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh 25 berdasarkan PMK- 9/PMk.03/2021,
Dimana harus menyampaikan permohonan atau pemberitahuan berdasarkan PMK ini untuk tetap dapat memanfaatkan insentif PPh 22 impor dan PPh 25.
Selain itu, pemerintah juga memberikan kelonggaran untuk pemberi kerja, wajib pajak, atau pemotong pajak yang belum menyampaikan dan ingin menyampaikan atau sudah menyampaikan dan ingin membetulkan laporan realisasi Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Desember 2021 berdasarkan PMK-9/PMK.03/2021 berupa PPh Pasal 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, atau PPh Final jasa konstruksi, dapat disampaikan paling lambat 31 Maret 2022.
Pemberi kerja, wajib pajak, atau pemotong pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sampai dengan batas waktu tersebut, tidak dapat memanfaatkan insentif dimaksud. Sementara itu, yang membuat laporan realisasi tersebut meskipun tidak membuat kode billing, tetap dapat memanfaatkan insentif tersebut.
Jika dibandingkan aturan sebelumnya, yakni PMK-9/PMK.03/2021 s.t.t.d PMK- 149/PMK.03/2021, penerima insentif pemerintah disesuaikan jenis dan kriterianya. “Dengan memperhatikan kapasitas fiskal Indonesia, pemerintah perlu melakukan penyesuaian jenis dan kriteria penerima insentif pajak secara lebih terarah, terukur, dan selektif dengan prioritas kepada sektor yang masih sangat membutuhkan dukungan pemerintah,” ungkap Neilmaldrin menjelaskan.