JAKARTA – Setelah ditangkap petugas KPK, Itong Isnaeni sempat dibawa ke ruangannya di lantai 4 PN Surabaya kemarin (20/1) pagi sekitar pukul 05.00 sampai 06.00. Petugas diduga mencari bukti tambahan. Itong kemudian dibawa ke Polda Jatim. Tadi malam Itong diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK.
Itong adalah hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dia terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK kemarin.
KPK juga menangkap Panitera Pengganti, M. Hamdan. Selain Itong dan Hamdan, KPK mengamankan Hendro Kasiono (pengacara dan kuasa PT Soyu Giri Primedika), Direktur PT Soyu Giri Primedika Achmad Prihantoyo, dan Dewi (sekretaris Hamdan). KPK menangkap Itong karena diduga menerima suap untuk membantu mengurus perkara yang tengah ditangani oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
Sekitar pukul 23.00 tadi malam, KPK menyampaikan keterangan resmi terkait dengan OTT tersebut. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan bahwa OTT tersebut terkait dengan suap pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya. Setelah cukup alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka.
”Sebagai pemberi HK, sebagai penerima HD (Hamdan) dan IIH (Itong),” jelas dia.
Berdasar penyidikan yang dilakukan sejauh ini, Nawawi menyatakan bahwa pihaknya menduga ada uang sebesar Rp 1,3 miliar yang disiapkan untuk menyuap Itong.
”Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar dimaksud, tersangka HK menemui tersangka HD selaku panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Surabaya dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan tersangka HK,” terang dia.
Untuk memastikan perkara tersebut berjalan sesuai keinginan, Hendro berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan. Mereka berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan menggunakan istilah upeti.
”Untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang,” jelas Nawawi. Setiap berkomunikasi dengan Hendro, Hamdan selalu melaporkan hasilnya kepada Itong.
Menurut Nawawi, putusan yang diinginkan oleh Hendro diantaranya agar Soyu Giri Primedika dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp 50 miliar. “HD lalu menyampaikan keinginan tersangka HK kepada tersangka IIH dan tersangka IIH menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang,” jelas dia.