Lakukan Mogok Massal, Ribuan Buruh di KBB Terancam Tak Dapat Upah

BANDUNG BARAT – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan menimbulkan polemik di kalangan pekerja, salah satunya buruh.

Hal tersebut mengundang aksi mogok massal yang akan dilakukan sejumlah buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Diketahui, aksi ini bakal dilaksanakan mulai 22-25 November 2021 mendatang.

Pasalnya, jika kenaikan UMK 2022 dengan menggunakan formulasi PP nomor 36 tersebut, maka UMK KBB yang saat ini Rp 3.248.283,28 dinilai tidak akan mengalami kenaikan.

Namun, ribuan buruh yang turut dalam aksi mogok massal itu terancam tak akan mendapatkan upah. Hal tersebut diungkapkan, Sekretaris Eksekutif Apindo KBB, Yohan Oktavianus.

“Pasti (produksi) terganggu, tapi solusi paling dasar dari Apindo, upahnya tidak bisa dibayar kalau buruh tetap ingin mogok massal,” ujarnya, Rabu (17/11).

Keputusan Apindo tersebut, menurutnya, sudah sesuai dengan aturan dan UU ketenagakerjaan dan mogok massal itu juga bukan karena perselisihan hubungan industrial ataupun gagal perundingan.

“Kalau ini kan, (mogok massal) isunya dari luar, jadi tunduknya harus ke undang-undang tentang kebebasan menyampaikan pendapat,” ungkapnya.

Kendati demikian, lanjutnya, para buruh sudah disediakan solusinya supaya tetap menerima upah, meskipun ikut turun jalan untuk unjuk rasa.

“Kalau karyawan pabrik mau demo ya silakan, tapi kalau bisa sesudah masuk kerja, atau sebelum masuk kerja. Tapi kalaupun tidak masuk kerja ya engga apa-apa, tapi upahnya tidak dibayar,” katanya.

Menurutnya, solusi demikian diberikan pihaknya agar buruh dapat tetap melakukan aksi unjuk rasa karena sudah diatur undang-undang, yakni soal menyampaikan aspirasi.

“Apalagi kan teman-teman ini dikontrol oleh serikat pekerja tingkat provinsi, kemudian dari tingkat provinsi dikontrol lagi oleh bang Said Iqbal (Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), jadi kalau di KBB gak ada demo jadi aneh,” tandasnya.

Kendati begitu, tambah Yohan, para buruh diminta untuk tetap masuk jam kerja seusai melakukan unjuk rasa. Hal tersebut beralasan, supaya laju produksi di perusahaan tak terganggu.

“Baru juga kita ini bisa produksi, terus buruhnya demo dan akan mengosongkan pabrik, nantinya pasti nambah-nambah kesulitan buat pengusaha maupun pekerja,” tutupnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan