Negara Rp53 T Karena Rokok Ilegal, Pemerintah Diminta Tidak Menaikkan Cukai

JAKARTA – Rencana pemerintah akan menaikan cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2022 mendapat perhatian serius dari Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI). Pasalnya, industri hasil tembakau (IHT) akan mengalami tekanan berat setiap kali CHT akan dinaikkan.

Selain menurunkan produktivitas IHT, kenaikan CHT juga menyuburkan pasar rokok ilegal. Terlebih dalam situasi pemulihan ekonomi seperti saat ini.

Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan menegaskan, pihaknya memohon kepada pemerintah agar tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada Tahun 2022 tidak naik/tetap sebesar tarif CHT pada Tahun 2021.

Menurut Henry Najoan, saat ini pelaku industri hasil tembakau memerlukan insentif dari pemerintah untuk bertahan hidup menghadapi pandemi Covid-19, dan adanya pelemahan ekonomi serta daya beli yang melemah.

“Selayaknya perlakuan pemerintah terhadap IHT sama sebagaimana perlakuan pemerintah terhadap industri lainnya,” kata Henry Najoan di Jakarta, Kamis (28/10/2021).

GAPPRI yang mewakili para pengusaha pabrik industri hasil tembakau (IHT) memberikan beberapa catatan kritis yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah.

Pertama, GAPPRI mengusulkan pemerintah melakukan strategi ekstra ordinary dalam pemberantasan peredaran rokok ilegal, sehingga mampu tertelusuri, transparan, terpadu dan ada efek jera bagi pelaku produksi dan pengedar rokok ilegal.

“Hal ini diharapkan berdampak kepada tercapainya penerimaan cukai dan terciptanya ekosistem industri legal yang kondusif dalam jangka panjang,” ujar Hendry Najoan.

Merujuk hasil survei Lembaga Survei Indodata, sebanyak 28,12 persen perokok di Indonesia pernah atau sedang mengkonsumsi rokok ilegal. Jika angka tersebut dikonversikan dengan pendapatan negara, maka potensi pajak yang hilang bisa mencapai Rp53,18 triliun.

Angka Rp53,18 triliun itu keluar berdasarkan estimasi rentang peredaran rokok ilegal itu ada 127,53 miliar batang dan temuan hasil survei ini tidak jauh berbeda dengan perhitungan gap antara CK-1 dan Susenas yang sebesar 26,38%.

“Meningkatnya peredaran rokok ilegal adalah kenaikan tarif cukai yang tinggi di tahun 2020 dan tahun 2021,” terang Henry Najoan.

Kedua, GAPPRI juga memohon agar pemerintah tidak melakukan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai dan penggabungan Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan