Oleh : Ateng Kusnandar Adisaputra
PESANTREN di Indonesia telah ada sejak masa Walisongo, yaitu sekitar abad ke 14 Masehi. Beberapa tokoh Indonesia dilahirkan dari pendidikan pesantren, seperti : K. H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah 1921), K. H. Hasyim Ash’ari (pendiri Nahdlatul Ulama 1926), K. H. Abdurrahman Wahid (Presiden RI Ke-4), dan K. H. Ma’ruf Amin (Wakil Presiden RI sekarang).
Undang-undang (UU) No. 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren, telah menguatkan pesantren sebagai tempat penyelenggaraan untuk pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2021 Tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren, Jawa Barat menjadi provinsi pertama di Indonesia yang telah menetapkan Peraturan Daerah Tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.
Terbitnya UU No. 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren, Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, dan Perda Provinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2021 Tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren, disambut baik oleh Pimpinan Pondok Pesantren di Jawa Barat, dengan harapan perhatian Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap pesantren lebih jelas dan kuat, sehingga pengelolaan pesantren lebih berkualitas, berkembang seiring dengan perkembangan jaman.
Salah satu unsur dari pesantren, tidak bisa dilepaskan dengan yang namanya Santri. Santri adalah peserta didik yang menempuh pendidikan dan mendalami ilmu agama Islam di pesantren. Sedangkan makna santri secara luas adalah masyarakat yang memeluk agama Islam secara benar dan istiqomah.
Pemerintah telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, melalui Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2015. Tanggal 22 Oktober dipilih sebagai Hari Santri Nasional karena merujuk pada satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh Pahlawan Nasional KH. Hasjim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Seruan ini berisikan perintah kepada umat Islam untuk berjihad melawan tentara Sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan.
Kehidupan Santri tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan literasi, karena setiap saat dan setiap waktu pasti bergelut dengan membaca serta menulis. Secara etimologis, istilah literasi berasal dari bahasa latin “literatus” artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis. Dengan demikian, literasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis.