JAKARTA – Masyarakat diminta mewaspadai perilaku anak-anaknya. Sebab kasus cyberbullying atau perudungan di dunia maya terhadap anak-anak dan remaja mengalami lonjakan.
Berdasarkan hasil sejumlah survei yang dilakukan EU Kids Online Survey 2020, maupun SEJIWA, KPIA, UNICEF, APJII maupun laporan yang diterima Polda Metro Jaya, menunjukan adanya kenaikan dari kasus perundungan di media sosial (cyberbullying) yang banyak dialami oleh anak-anak usia remaja.
Psikolog Anna Surti Ariani dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) mengatakan Cyberbullying adalah kondisi dimana seseorang merasa tidak nyaman terhadap komentar/informasi/gambar foto yang ditujukan untuk dirinya, yang bertujuan menyakiti, intimidasi, menyebar kebohongan dan menghina, yang diunggah di internet, jejaring media atau teknologi digital lainnya, yang dilakukan oleh orang lain.
“Sebanyak 45 persen dari 2,777 anak muda usia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying, menurut survei UNICEF U-Report 2021,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/10).
Dijelaskannya, alasan orang melakukan cyberbullying adalah ia ingin merasa kuat, harga dirinya rendah, kurang berempati, ingin popular dan tidak sadar akan dampak yang ditimbulkan.
Ia membagikan beberapa ciri seseorang yang terdampak cyberbullying. Pertama, adalah kecenderungan untuk menarik diri, mudah emosi, menjadi cenderung pendiam dan tidak mau bersosialisasi.
“Kedua adalah mengganti akun social media, dan ketiga tidak lepas dari gawai kehilangan minat melakukan kegiatan lain,” ujarnya.
Ada pun cara mencegah anak menjadi korban cyberbullying, pertama membatasi waktu memegang gawai dengan jadwal dan durasi tertentu.
“Selanjutnya, memberikan edukasi terkait apa itu cyberbullying. Ketiga, membatasi konten dan aplikasi pada gawai. Dan keempat, menjadi contoh dalam berperilaku digital yang baik,” kata dia.
Founder Yayasan Sejiwa, Diena Haryana, menambahkan media daring memberikan dampak terhadap beberapa kasus yang dialami anak seperti ketergantungan gawai, cyberbullying, eksploitasi seksual serta penipuan daring.
“Dampaknya bisa sangat besar, membekas hingga jangka panjang karena rasa malu yang ditimbulkan mengingat postingan buruk terhadap dirinya telah disaksikan ribuan orang netizen,” katanya.
“Akibatnya sangat membahayakan, bukan hanya sebatas malu dan depresi bahkan hingga tindakan bunuh diri. Sayangnya, banyak korban yang lebih memilih diam, tidak mengadukan kasus yang menimpanya, sehingga pada akhirnya mengganggu pertumbuhan jiwanya,” imbuhnya.