Kasus Covid dan Keterisian BOR Turun, Namun Angka Kematian Masih Tinggi

“Jika dibilang turun mungkin iya, tapi itu kan selaras dengan banyaknya jumlah shelter/tempat isoman yang dibuka. Inisiatif semacam ini kan turut membantu pengurangan BOR. Orang yang mulanya punya gejala ringan ke RS, mereka memilih shelter. Jadi RS bisa fokus ke yang bergejala berat,” tegasnya.

Menurutnya faskes adalah benteng terakhir. Dengan analogi demikian, jika garda terdepan (testing dan tracing) tidak dilakukan secara tepat, yang bakal terkena implikasinya adalah Faskes (RS).

“Tes dan tracing turun, ya BOR RS turun. Padahal kematian masih tinggi sekali. Mungkin ada upaya sistematis untuk ketidaktransparansian data,” tegasnya.

Menurutnya data kematian saja berbeda terus antara data pemerintah daerah dengan data LaporCovid-19. Apalagi data probable atau pasien meninggal dan belum keluar hasil PCR-nya tak dihitung dalam daftar kematian.

“Misalnya ada laporan di suatu RS di suatu daerah antrean pemakaman 23 orang, tapi data dari pemkotnya cuma 6. Kalau mengikuti prinsip WHO, termasuk suspek/probable (dihitung) karena untuk upaya surveilans,” ungkapnya.

“Makanya kita bisa meledak kasus kematiannya kalo suspek dan probable dihitung. Tapi saya kembali ke statement perbedaan dengan apa yg terjadi di lapangan. Mungkin itu satu variabelnya adalah keterlambatan test. Tapi masih ada variabel lain yaitu orang bakal ke RS kalau mereka sudah positif,” tutupnya. (jawapos.com)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan