Oleh : Ade Sudrajat
Dewan Penasehat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Pusat dan Pengusaha Senior Bidang Tekstil Produk Tekstil (TPT)
Berbagai cara dilakukan untuk menyelamatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di masa Pandemi saat ini.
Kebijakan pemerintah dalam penyelamatan UMKM jelas tidak terbantahkan–kebijakan tepat. Apapun bentuknya, menyelamatkan UMKM berarti menyelamatkan hajat hidup orang banyak.
Analisisnya cukup sederhana dan logis. Entitas UMKM jumlahnya lebih dari 99 persen dari total unit usaha di Indonesia.
Sehingga sudah cocok jika UMKM menjadi peta jalan (road map) utama tumpuan pembangunan ekonomi masa depan.
Menyelamatkan UMKM berarti menyelamatkan ekonomi masa depan. Artinya, tanpa UMKM yang berkembang dan kuat, sedikit harapan untuk membangun kekuatan ekonomi di masa yang akan datang.
Otomatis hilang juga harapan munculnya lebih banyak usaha menengah dan besar dimasa yang akan datang.
Betul, investasi asing bisa saja masuk banyak ke Indonesia mengisi kekosongan pelaku usaha domestik, apalagi dengan kekuatan modal yang besar, apapun sumber daya bisa diolah menjadi bernilai ekonomi tinggi.
Namun, bukan hanya investasi asing besar yang kita harapkan masuk. Tapi bagaimana makin banyak pelaku usaha domestik mampu menjadi tuan rumah di negeri-nya sendiri.
Upaya mengembangkan UMKM menurut hemat penulis tidak bisa sporadis, ibarat menembak suatu target. Maka yang kita tembak harus jelas sasarannya.
Ada beragam karakteristik dan permasalahan di setiap sektor UMKM, betul ada yang sama. Tapi ada juga yang berbeda.
Dalam tulisan ini penulis ingin mengarahkan sasaran tembaknya untuk pemulihan UMKM di sub sektor UMKM produk tekstil (garmen).
Mengapa usaha garmen? Produk pakaian (fashion) menempati urutan teratas yang paling banyak diperdagangkan secara e-commerce pada sejumlah market place besar tanah air.
Asyiknya lagi, jumlah pembeli via e-commerce Jawa Barat resmi menggeser jumlah pembeli via e-commerce DKI Jakarta.
Data kompilasi yang dipublikasikan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KP-BI) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menyebutkan, 20,20 persen pembeli via e-commerce di Indonesia berasal dari Jabar.