JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kooperatif memberikan informasi terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). Terlebih Komnas HAM telah melayangkan surat panggilan terhadap pimpinan KPK, termasuk Ketua KPK Firli Bahuri.
Rencananya, Firli Bahuri Cs akan dimintai keterangan pada Selasa (8/6) besok. Hal ini menindaklanjuti laporan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Sudah (kirimkan surat panggilan ke Pimpinan KPK), kita harapkan besok sih. Undangan kita kepada pimpinan KPK itu besok. Iya dijadwalkan,” kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Senin (7/6), seperti dilansir dari Jawapos.
Meski demikian, hingga kini pihak Komnas HAM belum mendapatkan konfirmasi apakah pimpinan KPK termasuk Firli bakal hadiri pemanggilan atau tidak. Tetapi Komnas HAM mengharapkan Firli Bahuri Cs untuk kooperatif memenuhi panggilan tersebut.
“Harapan kita sih datang lah. Kenapa, karena ini semua dari jajaran pegawai yang tidak lolos bahkan yang lolos sudah memberikan keterangan. Supaya seimbang pimpinan KPK harus memberikan keterangan sebaliknya, versi mereka itu seperti apa,” ujar Damanik.
Komnas HAM menegaskan, pihaknya juga akan memanggil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait polemik ini. Rencananya pimpinan BKN itu akan diperiksa pada Rabu (9/6).
“Kita juga mengundang kepala BKN untuk hari Rabu. Nanti menyusul yang lain-lain,” tegas Damanik.
Sebelumnya, perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK melaporkan pimpinannya ke Komnas HAM. Hal ini imbas dari nonaktif 75 pegawai KPK atas kesewenang-wenangan pimpinan KPK.
“Kami melaporkan terkait dengan tindakan oknum pimpinan KPK, saya katakan oknum, karena saya yakin tidak semuanya bahwa ada tindakan semena-mena yang dilakukan dengan sedemikian rupa,” kata penyidik senior KPK, Novel Baswedan di kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Senin (24/5).
Novel juga menyampaikan, TWK yang merupakan syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai berpotensi melanggar HAM. Karena menyerang setiap pribadi pegawai KPK.
“Berhubungan dengan hal-hal yang menyerang kepada privasi, hal-hal yang bersifat seksual dan masaah beragama dan itu sangat tidak pantas dilakukan, berbahaya,” ucap Novel.