TKI Asal Cianjur Dibebaskan dari Hukuman Mati di Arab Saudi

JAKARTA – Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) wanita asal asal Cianjur, Adewinda binti Isak Ayub, bebas dari hukuman mati di Arab Saudi usai didakwa dengan tuduhan pembunuhan anak majikan pada Juni 2019 lalu.

Dalam keterangan resmi Duta Besar RI di Arab Saudi menjelaskan, bahwa Adewinda bebas dari hukuman mati setelah orang tua korban sebagai pemilik hak qisas secara sukarela dan tanpa syarat menyatakan, tanazul atau pembatalan tuntutan hukuman mati saat sidang lanjutan pada Maret lalu.

“Setelah mendapatkan salinan putusan pengadilan dan memastikan semua aspek bahwa Adewinda binti Isak Ayub telah benar-benar bebas dari hukuman mati (qisas),” kata Dubes RI untuk Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, Selasa (25/5/2021).

Meski tuntutan hukuman mati dibatalkan, kata Agus, Adewinda masih menjalani hukuman 5 tahun penjara, dengan pemotongan masa tahanan 2 tahun.

“Artinya, Adewinda hanya harus menjalani satu tahun tahanan lagi jika putusan ini disahkan secara inkrah oleh Pengadilan Kasasi yang sedang berjalan,” terangnya.

Adewinda ditahan oleh Kepolisian Distrik Aziziah, Riyadh, sejak 3 Juni 2019 atas tuduhan membunuh anak perempuan majikan berusia 15 tahun yang mengalami keterbelakangan mental.

Dalam surat tuntutan, Adewinda disebut memukul berkali-kali bagian kepala sang anak hingga meninggal dunia. Pengadilan juga memutuskan bahwa perempuan itu terbukti melakukan pembunuhan.

Ketika melakukan tindakan itu, Adewinda mengaku sedang depresi. Sebab, selama lima tahun terakhir, ia dikurung bersama korban dalam satu ruangan dan dan tidak mendapat akses ke dunia luar.

KBRI Riyadh menganggap kondisi itu sebagai salah satu celah penting untuk membebaskan Adewinda dari hukuman mati.

Sebelum akhirnya qisas dibatalkan, KBRI Riyadh berupaya meyakinkan keluarga korban bahwa kejadian tersebut tak lepas dari kesalahan dan tanggung jawab majikan karena mengurung Adewinda dan anaknya selama bertahun-tahun.

“Proses pendampingan kasus ini tak melibatkan jasa pengacara sama sekali. Selain karena biaya pengacara yang tinggi, sejak awal KBRI Riyadh memang sudah yakin kesepakatan tanazul dapat tercapai,” ungkapnya.

Kasus Adewinda ini menambah panjang daftar WNI yang bebas dari hukuman mati dengan bantuan KBRI Riyadh. Sejak tahun pertama menjalani masa tugasnya hingga 2021, Agus Maftuh dan tim KBRI Riyadh membebaskan setidaknya 10 WNI dari hukuman mati. (Fin.co.id)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan