Masa Pemulihan Korban Longsor Cimanggung Sumedang, PHRI Usulkan Relokasi Huntara Korban yang Terpusat

SUMEDANG – Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Sumedang, Nana Mulyana meminta tempat relokasi atau hunian sementara bagi korban longsor dan warga terdampak agar dipusatkan di satu titik.

Adapun alasannya, Nana mengatakan bahwa hal itu dikarenakan masih banyak korban longsor yang tidak terakomodir bahkan tidak tersentuh bantuan dari pemerintah.

“Pengalaman pemulihan ekonomi pada saat Gempa di Lombok, itu yang diprioritaskan bagaimana membuat hunian sementara bagi korban,” kata Nana didampingi Sekretaris MDMC Kabupaten Sumedang, Maman Koswara usai menyerahkan bantuan sembako ke Korban pengungsi mandiri pada minggu, (7/2/21).

Terkait hunian sementara tersebut diusahakan agar terpusat, supaya lebih mudah untuk memantaunya, baik kebutuhan logistik pengungsi maupun kebutuhan keseharian.

Nana menambahkan bahwa Pemda Sumedang sebetulnya tidak perlu bingung mencari anggaran untuk relokasi maupun pemulihan ekonomi pasca bencana.

Sebab tuturnya, dana bencana itu sudah ditanggung pemerintah pusat melalui BNPB. Tinggal bagaimana managemen di lapangan mengakomodir semua warga terdampak tanpa memilah-milah.

“Pembangunan rumah relokasi itu dianggarkan pemerintah pusat melalui BNPB dan BPBD provinsi dan kabupaten. Pertama relokasi ke Huntara (Hunian Sementara). Karena membangun rumah sebanyak 131 unit itu tidak cukup 1 tahun. Solusinya pengungsi ditempatkan di Satu Huntara yang bisa memuat 5 KK,” ujarnya.

Selama tinggal di Huntara, para pengungsi diberikan uang jaminan hidup oleh pemerintah. Mulai kebutuhan sehari hari sampai uang jajan anak.

Termasuk bagaimana mengatur bantuan logistik agar tidak tumpang tindih. Semisal, ada bantuan logistik yang over load sementara bantuan lain seperti popok, atau alat kebutuhan bayi dan obat obatan tidak terpenuhi.

“Kalau managemen penanggulangan bencananya baik, insya Allah tidak akan ada korban yang terbengkalai. Sebab terstruktur (satu pintu) kebutuhan hidup dicukupi. Termasuk bagaimana menangkap peluang di tempat Huntara dengan membuat pasar desa atau pasar tumpah yang pedagang dan pembelinya bisa warga korban longsor,” imbuhnya.

Nana pun menambahkan, pengalaman penanggulangan Gempa di Lombok, pemeritah membuat Huntara bisa melibatkan pengusaha di sekitar.

Diketahui bahwa satu Huntara sekiranya menelan anggaran Rp 50 juta. Apabila satu Huntara ada 5 KK, berarti harus membangun Huntara sebanyak 25 buah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan