Awasi Dana Utang Rp 4 T, Dewan Pelototi Potensi Penyimpangan Pembangunan

BANDUNG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawasi pembangunan di tahun 2021. Diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar terpaksa harus ngutang senilai Rp 4 triliun yang diperuntukkan pembangunan.

“Yang saya khawatirkan begini, jangan sampai kita sudah berutang tapi pembangunan kemudian kurang tepat sasaran,” tegas Anggota Komisi IV DPRD Jabar, Daddy Rohanady saat dihubungi, Minggu (3/1).

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, Daddy menyebut, ada satu cabang dinas Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang hanya mendapat belanja sekitar Rp 2 miliar di tahun 2021. Tapi, lanjut dia, belanja yang digunakan untuk satu alun-alun itu dialokasikan ada yang sampai Rp 15 miliar.

“Itu kan menurut saya agak kurang logis, kurang pas. Ini kan repot buat kita. Saya sampaikan, kenapa saya bilang kurang tepat sasaran,” jelasnya.

“Jangan sampai tujuannya ingin mensejahterakan masyarakat tapi yang dibangun cuma alun-alun,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Daddy meminta seluruh stake holder terkait untuk melakukan pengawasan dan memantau pembangunan yang menelan anggaran besar dari sumber Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) atau dana utang.

“Ini yang menurut saya harus betul-betul pengawasannya harus ekstra ketat. Saya rasa semua stake holder jabar aware (sadar) soal ini,” ucapnya.

Daddy juga mengungkapkan bahwa seharusnya Pemprov Jabar menjadikan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sudah disetujui untuk menjalankan program atau kebijakan pembangunan. Karena, sambung dia, di dalam RPJMD memuat indikator kinerja dan target utama tiap tahun.

“Itu (RPJMD) harus jadi pedoman, kalau tidak. Rasanya terlalu naif, kita jadi tolol semua. Tinggal bagaimana konsekuensi mengejar itu semua,” ungkapnya.

Tak hanya itu, selama tahun 2020 di tengah Pandemi Covid-19 pembangunan daerah Jabar terhambat karena ada pergeseran anggaran. Menurutnya, sesuai dengan Perpu No 1 Tahun 2020 yang dilegalkan menjadi UU No 2 Tahun 2020 itu terjadi pergeseran anggaran di setiap daerah.

“Dengan kondisi Covid-19 ini menggerus banyak anggaran. Nah, jelang refocusing kegiatan dan realokasi anggaran sebagai konsekuensi logis, itu karena payungnya undang-undang jadi kepala daerah semua melakukan itu,” kata Daddy.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan