Menko Ekonomi Turun ke Daerah Sosialisasikan UU Cipta Kerja

BANDUNG – Pemerintah Pusat turun langsung ke setiap daerah untuk menyosialisasikan pokok-pokok substansi UU Cipta Kerja. Salah satunya di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Tak hanya itu, turunnya pemerintah sekaligus menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan terkait, terutama dari Pelaku Usaha, Asosiasi Usaha, Praktisi, Akademisi, dan Pemerintah Daerah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, melihat dinamika perekonomian global, khusunya kondisi ketenagakerjaan, maka diperlukan terobosan besar dalam melakukan transformasi ekonomi di Indonesia. Salah satu yang menjadi andalan utama Pemerintah adalah melakukan reformasi regulasi, melalui UU Cipta Kerja.

Menurutnya, hal tersebut sekaligus menindaklanjuti pengesahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tersebut, Pemerintah tengah menyusun aturan pelaksanaan berupa 40 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres).

“Acara Serap Aspirasi ini diharapkan menjadi sarana efektif untuk mendapat masukan dan tanggapan dari masyarakat dalam rangka penyempurnaan RPP dan RPerpres, sehingga bisa melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat, pelaku usaha, serta seluruh pemangku kepentingan,” ujar Airlangga Hartarto dalam kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Bandung, Senin (7/12).

Airlangga menerangkan, produk hukum yang diundangkan pada tanggal 2 November 2020 lalu ini, diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kemudahan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Koperasi.

“Untuk penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi, serta bisa menciptakan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi,” terang Menko Airlangga dalam acara yang dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat.

Airlangga pun menjelaskan, luasnya cakupan UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mengharmonisasikan berbagai sistem perizinan di berbagai UU sektor yang belum terintegrasi dan harmonis, bahkan cenderung sektoral, tumpang tindih, dan saling mengikat.

“Hal ini lah yang membuat pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) hingga Pelaku Usaha Menengah dan Besar mengalami kesulitan untuk mendapat perizinan, memulai kegiatan usaha, dan bahkan sulit untuk mengembangkan usaha yang telah ada,” jelasnya.

Dengan melihat kondisi tersebut, UU Cipta Kerja melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha, dengan melakukan penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Approach).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan