Marak Pelanggaran di Masa Tenang

BANDUNG – Pilkada serentak di Jawa Barat (Jabar) tinggal menghitung beberapa hari lagi. Kini sudah memasuki masa tenang. Namun realiasi sebenarnya bukan masa tenang. Secara pelaksanaan, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memastikan bahwa tanggal 9 itu pencoblosan berjalan dengan lancar sampai protokol kesehatan.

Tak hanya itu, dari sisi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di masa tenang ini harus tetap membuka mata. Sebab, masa-masa tenang ini kerap kali terjadi pelanggaran.

Direktur Eksekutif Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC), Firman Manan mengatakan, dimasa tenang seringkali kandidat dan tim sukses masih berupaya optimal untuk kemudian memaksimalkan hasil.

“Meskipun masa tenang, tapi sering kali dimaksimalkan untuk tetap menarik massa. Maka dari itu pengawas tetap membuka mata. Karena masa tenang itu ternyata realitanya berbeda di lapangan,” ucap Firman di Bandung, Senin (7/12).

Pengamat Politik Unpad itu mengatakan, potensi politik uang di masa tenang Pilkada 2020 memang cukup tinggi. Khususnya di wilayah yang ada calon petahana dan calon dengan latar belakang dinasti politik. Kondisi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 serta beberapa kondisi lainnya menjadi faktor pendorongnya.

“Pilkada sekarang cukup spesial, karena berbarengan dengan masa pandemi. Namun, adanya pandemi ini banyak masyarakat yang terdampak. Dari sisi ekonomi pun terjadi penurunan sehingga menimbulkan soal. Maka hal itu lah yang akan mempengaruhi prilaku pemilih,” katanya.

Firman menjelaskan, politik uang merupakan fenomena yang terjadi di dalam pemilihan di Indonesia. Di Jabar beberapa pemilihan sebelumnya, paling tidak sejak Pilkada 2015, Pilgub 2018 dan Pilpres 2019 itu berdasarkan data Bawaslu, politik uang di Jabar itu cukup tinggi.

“Bahkan 2 daerah yang menjadi sorotan. Indramayu dan Cianjur. Jadi jumlah temuan pelanggaran yang berkaitan dengan politik uang lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain,” jelasnya.

“Biasanya, dalam pengawasan terkait politik uang ini karena pemainnya banyak. Jadi kalau kita lihat polanya, kandidat atau tim sukses itu memainkan praktek politik uang, maka yang menjadi broker itu orang-orang di luar partai,” imbuhnya.

Baginya, untuk mengatasi masalah ini memang kembali lagi kepada upaya dari pengawas pilkada yang harus ekstra kerja keras. Di 3 hari masa tenang, mereka harus melaksanakan pengawasan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan